Market

Tahun Politik, Walhi Kaltim Duga Alih Fungsi Hutan di IKN Jadi Bancakan Politik

Kebijakan pelepasan kawasan hutan yang mencapai 700 ribuan hektar di Kaltim bukan perkara sederhana. Bahkan Walhi Kalimantan Timur menduga sebagai bancakan politik menjelang pilpres dan pemilihan legislatif 2024.

Gabungan LSM lingkungan sudah melakukan audiensi ke Komisi IV DPR yang membidangi masalah lingkungan hidup. Dalam audiensi tersebut, mereka mengungkapkan kebijakan pelepasan hutan menjadi alasan Pemprov Kalimantan Timur untuk mengubah perda RTRW tahun 2020-2042 yang telah disahkan pada akhir Maret 2023 lalu.

Isinya akan mengubah fungsi hutan alam seluas 736.055 hektare menjadi hutan produksi. Analisis data gabungan LSM lingkungan itu menyebutkan, ada empat perusahaan yang diduga menikmati pelepasan dan penurunan status kawasan hutan.

Pada sektor tambang, ada empat perusahaan besar.

Yaitu Adaro seluas 58.000 hektare (35 persen), Bayan Resources (13 persen), BBE Mining seluas 8.543 hektare (5 persen), dan LX International seluas 4.200 hektare (3 persen). Sisanya seluas 47.898 hektare (29 persen), didapatkan 53 perusahaan pertambangan.

Selain itu, ada empat perusahaan kayu yang diduga menikmati pelepasan status kawasan hutan. Mereka adalah Sinarmas seluas 48.861 hektare (35 persen), Salim Group seluas 24.140 hektare (18 persen), BUMN seluas 8.529 hektare (6 persen), dan Harita seluas 8.248 hektare (6 persen).

Sementara sisanya 51.585 hektare (38 persen) didapatkan 15 perusahaan lain.Hasil temuan pemerhati lingkungan menunjukkan dari total lahan tersebut hanya 13 persen yang memberikan bantuan untuk masyarakat setempat. Namun status hutan tersebut sudah masuk dalam izin konsesi perusahaan pemegang HTI. Jadi berpotensi mengalami sengketa antara masyarakat dengan pemegang konsesi.

Menurut irektur Eksekutif WALHI di Kalimantan Timur, Fathur Roziqi, Komisi IV DPR seharusnya memiliki alasan untuk menghentikan usulan pelepasan tersebut. Kecuali DPR menjadi bagian dari rantai deforestasi dan turut menderai komitmen Indonesia di internasional untuk mencapai menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Fathur menambahkan, sebagaimana komitmen Wakil Ketua Komisi I, bahwa segera memanggil Tim Terpadu dan KLHK untuk mengklarifikasi aduan Koalisi Indonesia Memantau, yang salah satunya adalah WALHI Kalimantan Timur. “Luasnya pelepasan kawasan hutan yang mencapai 700 ribuan hektar di Kaltim itu bukan perkara sederhana,” katanya kepada inilah.com.

Sebagian besar hutan yang dialihfungsikan tersebut juga berada di fungsi hutan produksi seluas 16,8 ribu hektare dan Area Penggunaan Lain seluas 8,5 ribu hektare, sementara di hutan lindung hanya tersisa seluas 5 hektar.

Hamparan hutan di lahan IKN sebagian besar wilayah tersebut sudah dikuasai industri ekstraktif. Sekitar 51% lahan di IKN sudah dikuasai oleh berbagai korporasi, mulai dari usaha kehutanan berupa Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI), juga termasuk perkebunan kelapa sawit, dan korporasi ekstraktif seperti pertambangan.

Bahkan dalam Perda RTRW Kaltim tersebut, terdapat lahan yang diperuntukkan untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dengan luas lebih dari 39 ribu hektare.

“Gejala pelepasan ini kami duga adalah bagian dari penghindaran terhadap komitmen pemerintah sendiri (penurunan emisi Gas Rumah Kaca). Bahkan di tahun politik, sudah menjadi pengetahuan umum (common sense) mahalnya ongkos politik, sehingga revisi RTRW di Kaltim kami duga bagian dari bancakan 2024,” ucapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button