News

IAI Kritik Cara Penarikan Obat yang Diduga Penyebab Gagal Ginjal Akut

Dewan Pakar Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Prof. Keri Lestari menilai adanya kesalahan prosedur penarikan obat yang pemerintah larang. Hal ini terkait obat-obatan mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang dugaannya menyebabkan penyakit gagal ginjal akut.

Menurutnya, kewenangan untuk menarik obat yang dilarang oleh pemerintah berada di tangan apoteker. Sebab mereka nantinya akan menjalankan prosedur-prosedur soal mekanisme pencabutan obat di pasaran.

“Sebetulnya siapa yang berperan untuk menarik, ini juga saya agak ingin menyampaikan, yang berperan menarik barang tersebut di pasaran adalah apoteker. Apoteker mengembalikan kepada distributor, dan distributor itu mengembalikan kepada produsennya, seperti itu jalurnya,” terang Keri dalam diskusi yang diadakan oleh MNC Trijaya dengan tema Polemik Misteri Gagal Ginjal Akut pada Sabtu (22/10/2022).

Dia mengatakan fakta yang ada di lapangan saat ini adalah obat-obatan dilarang itu ditarik oleh aparat penegah hukum (APH). Selanjutnya mereka memusnahkannya dengan prosedur yang belum tentu benar.

“Kenyataannya di lapangan, ada sidak nih dari APH si barangnya diambil, kan jadi rancunya disitu. Kalau barangnya diambil terus dimusnahkannya gimana, kan pemusnahan obat itu ada tata caranya. Tidak sembarangan, tidak boleh dibuang begitu aja,” katanya.

Dia menjelaskan, jika prosedur penarikan itu ada di tangan apoteker, maka mereka akan mengembalikan obat-obatan itu ke masing-masing produsen. Selanjutnya produsen melakukan pemusnahan terhadap obat-obatan tersebut.

“Nah sementara kalau itu dikembalikan kepada produsennya, produsen itu mempunyai tata cara sesuai CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) untuk memusnahkan obat tersebut (dengan cara) yang ramah lingkungan,” tegas Keri.

Selain itu terkait klarifikasi dari produsen obat Termorek keluaran PT Konimex yang menggandung EG, seharusnya tidak perusahaan sampaikan lewat media atau apoteker. Sebab mereka cukup mengklarifikasi dugaan kandungan tersebut kepada pihak regulator dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

“Tentu dalam kondisi seperti ini kalau kami di lapangan adalah berpegangan pada regulator, silakan saja nanti produsennya klarifikasi kepada regulator. Jadi kalau mau melakukan klarifikasi bukan ke kami yang di lapangan, bukan juga ke masyarakat, tapi lakukanlah klarifikasi itu ke BPOM sehingga,” sambungnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button