IDAI Ungkap Sulitnya Mengatasi Trauma pada Anak yang Mengalami Kejahatan Seksual


Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mewanti-wanti sulitnya seorang anak mengatasi trauma akibat menerima tindak kejahatan seksual.

Tindakan pelecehan dan kekerasan seksual tak hanya memiliki dampak jangka pendek terhadap fisik korban. 

Namun lebih daripada itu, ada efek jangka panjang menyangkut kesehatan mental yang diterima korban.

“Apalagi pada anak yang anak kecil itu dampaknya akan terasa sangat lebih panjang anak usia lebih dini kalau dibandingkan dengan anak yang sudah lebih besar, memang secara usia perkembangan anak yang lebih besar sudah bisa mengelola emosi kalau anak yang kecil mungkin dianggap tidak ada apa-apa. Tapi bayangan-bayangan tersebut dia akan sangat ketakutan bila melihat seseorang yang mirip dengan pelakunya,” kata Anggota Satgas Perlindungan Anak PP IDAI, dr. Meita Dhamayanti dalam diskusi secara daring, Jumat (21/6/2024).

Menghilangkan trauma akibat kekerasan seksual memerlukan pendekatan yang menyeluruh, dan biasanya melibatkan bantuan profesional, dukungan emosional, dan berbagai strategi untuk membantu penyintas pulih.

Termasuk salah satunya konsultasi dengan psikolog anak atau psikiater yang berpengalaman dalam menangani trauma kekerasan seksual.

“Mengalami kekerasan seksual betul ya kalau sudah terjadi memang sulit sekali menghilangkan traumanya. Trauma psikologis itu akan sangat-sangat berdampak dan akan butuh waktu lama untuk sembuh,” papar Meita.

Lantas bagaimana bila pelaku kejahatan seksual merupakan keluarga terdekat atau bahkan orang tua sang anak? Meita mengatakan, tindakan pertama yang harus dilakukan tak lain ialah menjauhkan korban dengan pelaku.

“Apabila pelakunya memang orang yang dekat, ini harus dijauhkan dulu, terlebih dahulu, dan perlu situasi yang sangat lama, bahkan perlu pendampingan secara psikologis,” katanya.

Disamping itu, Meita juga mendorong adanya pendampingan dari kelompok atau komunitas penyintas kekerasan seksual, agar dapat memberikan rasa solidaritas dan pemahaman bersama.

“Jadi waktunya lama, perlu keterlibatan banyak orang, bukan hanya dokter anak nantinya, psikolog, banyak hal. Banyak aspek sekali,” paparnya.

Mengatasi trauma akibat kekerasan seksual adalah proses yang panjang dan memerlukan dukungan yang konsisten. 

Setiap penyintas memiliki perjalanan unik mereka sendiri, dan penting untuk menghormati kebutuhan individu tersebut dalam proses penyembuhan mereka.