Imbas Dakwaan Zarof Ricar tak Cermat, Prabowo Bisa Panggil Jaksa Agung


Berkas dakwaan terhadap mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA) RI, Zarof Ricar, dinilai masih belum tuntas karena asal usul uang hampir Rp1 triliun dan 51 kilogram emas tidak dijabarkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaan.

Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kelalaian jaksa dalam menyusun dakwaan terhadap Zarof Ricar.

Pakar Hukum dari Universitas Airlangga, I Wayan Titib Sulaksana, menilai Presiden Prabowo Subianto bisa memanggil Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mempertanyakan kasus yang diusut oleh Jampidsus tersebut.

“Sebaiknya Presiden Prabowo Subianto, memanggil Kejagung RI (Jaksa  Agung) berkaitan dengan kasus yang patut diduga berhubungan dengan Jampidsus Kejagung,” kata I Wayan saat dihubungi Inilah.com, Jumat (14/2/2025).

Seperti diketahui,  dalam dakwaan yang dibacakan pada sidang perdana, Senin, 10 Februarai 2025 lalu, jaksa penuntut umum menyebut Zarof Ricar telah menerima gratifikasi berupa uang tunai senilai Rp 915 miliar dan logam mulia emas seberat 51 kilogram. Penerimaan itu berlangsung selama menjabat di MA pada periode 2012—2022.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Nurachman Adikusumo mengungkapkan bahwa gratifikasi tersebut diterima dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan, mulai dari tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.

Meski demikian, dalam surat dakwaan itu jaksa sama sekali tidak menjelaskan asal usul sumber uang suap sebesar Rp920 milyar yang berhasil mereka sita dari rumah Zarof Ricar.

Kabar yang beredar, dari jumlah fantastis itu terdapat uang Rp200 miliar untuk menangani perkara Sugar Group di MA. Zarof Ricar telah mengakui bahwa salah satu sumber uang suap berasal dari sengketa perdata antara Sugar Group Company (SGC) milik Gunawan Yusuf, Dkk melawan Marubeni Corporation (MC) Dkk.

Kejadian itu bermula saat penyidik pada Jampidsus Kejagung menggeledah rumah kediaman Zarof Ricar di bilangan Jl. Senayan No. 8, Kel. Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menemukan berbagai mata uang asing total sebesar Rp920 milyar, selain 51 kilogram emas.

Lalu penyidik menemukan bukti catatan tertulis antara lain “Titipan Lisa“, “Untuk Ronal Tannur:1466/Pid.2024”, “Pak Kuatkan PN”. Namun menurut sumber di Gedung Bundar selain itu sebenarnya terdapat pula bukti catatan tertulis “Perkara Sugar Group Rp200 miliar”.

Patut diduga uang suap Rp200 miliar itu terkait Putusan Kasasi Nomor 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015 jo PK Ke-I Nomor 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019 jo PK Ke-II Nomor 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, yang merupakan upaya hukum lanjutan yang tergolong nebis idem yakni putusan-putusan Nomor 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 1 Maret 2012 jo PT DKI Jakarta Nomor 75/Pdt/2013/PT.DKI tanggal 22 April 2013.

Konon Zarof Ricar sudah mengaku dengan menyebut nama-nama Hakim Agung yang terlibat, termasuk seorang mantan Ketua Kamar Perdata MA yang berasal dari Lampung. Namun, keterangan Zarof Ricar tidak ditindaklanjuti oleh penyidik.

Agak mengherankan, Jampidsus, Febrie Adriansyah, berdalih penyidik tidak harus memeriksa A apabila tersangka menyebutkan A.

Hal yang kemudian membuat Pengamat Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menaruh curiga adanya ‘main mata’dalam penanganan kasus Zarof Ricar.

“Ada yang ganjil yang memantik kecurigaan publik adanya dugaan kejahatan pemberantasan korupsi sembari korupsi. Karena, dalam surat dakwaan, diduga JPU dengan sengaja tidak menjelaskan asal usul sumber uang suap sebesar Rp920 miliar,” kata dia dalam keterangan resmi.

Ia lantas berkaca dengan nama Febrie Adriansyah yang ikut disebut-sebut terlibat dalam sejumlah kasus, seperti saat menangani kasus korupsi Jiwasraya dengan terdakwa Heru Hidayat dan kawan-kawan.

Kasus lain memberantas korupsi sembari korupsi adalah terkait Tan Kian yang tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam skandal Jiwasraya.

Padahal, terdapat fakta persidangan terdakwa Benny Tjokrosaputro bahwa aliran pencucian uang Benny Tjokrosaputro turut mengalir ke Tan Kian sebesar Rp1 triliun. Hasil penjualan apartemen South Hill di Kuningan, Jakarta Selatan, sebagaimana dinyatakan majelis hakim.