Guru Besar Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Mudrajad Kuncoro membeberkan sejumlah warisan ekonomi Jokowi yang bisa menjadi ‘duri dalam daging’ bagi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Mudrajad mengkhawatirkan, sejumlah warisan Jokowi yang bakal lengser pada 20 Oktober 2024 itu, memberatkan Prabowo dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi ke level 8 persen.
“Itu ibarat habis sakit kemudian kita lari. Ternyata larinya di seputar 3,5-5 persen saja, sampai hari ini. Jadi (pertumbuhan ekonomi) kita, tidak tidak akan banyak berubah. Pertanyaannya, apakah pemulihan ekonomi kita akan berlanjut,” ucap Mudrajad virtual diskusi virtual bertajuk ‘Warisan Ekonomi di Akhir Masa Jabatan Jokowi’, Jakarta, dikutip Senin (8/7/2024).
Faktor disrupsi pertama menurutnya, berkaitan dengan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS. Jika melihat perkembangan dolar AS dan indeks harga saham gabungan (IHSG), ketika pandemi COVID-19 masuk pada Februari 2020, langsung lockdown. Berdampak langsung kepada anjloknya IHSG pada Maret 2020.
“Demikian juga kurs rupiah cenderung melemah waktu itu, menembus depresiasinya sampai 12,7 persen. Bagaimana selama lima tahun terakhir? Yang menarik yang terekam pada kurs rupiah ke dolar yang bergejolak pada awal pandemi tadi, ternyata sudah mulai menguat,” ujarnya.
“Terus kemudian mulai bergejolak lagi 2023 sejak pertengahan artinya depresiasinya berlanjut sampai sekarang,” sambungnya.
Pergerakan IHSG terus anjlok pada 2020, namun pada Pemilu 2024, terlihat adem ayem. “Menarik ini, karena di saat pilpres maupun pileg 2024, IHSG mengalami puncak-puncaknya, kemudian ada gejolak. Maka kurs ikut bergejolak,” tuturnya.
Dia pun menyoroti tingginya impor bahan baku yang mencapai kini mencapai 74 persen. Sedangkan impor barang modal mencapai 17 persen. Ketika dolar AS sedang mahal-mahalnya, menjadi pukulan bagi industri.
“Kalau kurs kita melemah terhadap dolar, maka nilai impornya menjadi mahal. Maka seluruh produk yang komponen impornya tinggi, pasti kena dampaknya. Harganya pasti naik. Celakanya hal ini terjadi ketika daya beli melemah,” ungkapnya.
Karena tingginya harga bahan baku yang tidak ditopang kenaikan permintaan, kata Mudrajad, jelas berdampak kepada operasional industri. Mereka akan mengurangi operasional bahkan tutup. Ujung-ujungnya, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi tinggi.
“Ada empat provinsi yang tingkat pengangguran terbukanya tertinggi dan tidak berubah, yaitu Banten, Kepulauan Riau, Jawa Barat dan Jakarta. Sementara provinsi lain, PHK-nya turun,” ungkapnya.
Periode Januari-Mei 2024, lanjut Mudrajad, terjadi kenaikan yang cukup signifikan atas angka PHK. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (kemenaker), jumlahnya lebih dari dua kali lipat. Yakni dari 3.332 menjadi 6.343 karyawan yang terkena PHK.
“Yang perlu dicermati adalah pengangguran terdidik yang ternyata didominasi lulusan sekolah kejuruan. selanjutnya pekerja lulusan SMA, diploma I-IV hingga S1, S2, S3. Kalau kita jumlahkan dengan yang diploma itu, persentasenya lebih dari 11-12 persen selama 2022-2024,” kata Mudrajad.
Mudrajad juga menyoroti kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang mayoritas berpendidikan SD, SMP dan SMA. Jumlahnya mencapai 88 persen. Sisanya yang 12 persen adalah pekerja bergelar Diploma dan S1.
“Kita harus mencermati apabila berkaitan dengan bonus demografi, kita harus menyediakan lapangan kerja sekaligus juga mencermati meningkatnya pengangguran terdidik. Kalau tidak, nanti menjadi bom waktu di kemudian hari,” tandasnya.