Kalau tak ada aral, pemerintah bakal melakukan pembatasan pembeli BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Basisnya adalah kapasitas silinder mesin atau biasa disebut cc (cubic centimeters). Pembatasan model ini, dinilai efektif mengurangi subsidi salah sasaran.
Ekonom Indef, Abra El Talattov menilai, skema pembatasan pembelian BB berpatokan kepada isi silnder, masih berisiko salah sasaran. Seharusnya, pembatasan BBM subsidi menggunakan kriteria kemampuan rumah tangga. “Menurut saya, masih ada risiko tidak tepatan sasaran,” kata Abra, Jakarta, dikutip Rabu (25/9/2024).
Masuk akal alasan Abra. Ketika aturan itu diberlakukan, orang kaya akan beralih membeli mobil atau motor dengan cc rendah. “Karena kita sama sekali tidak tahu, bahwa meskipun kendaraan itu cc-nya rendah, tapi penggunanya apakah dia masyarakat mampu atau tidak mampu, gitu,” terangnya.
Pembatasan Pertalite sempat diwacanakan memakai kriteria cc, yakni hanya boleh dikonsumsi mobil di bawah 1.400 cc dan sepeda motor di bawah 250 cc.
Bulan ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berulang-ulang mengemukakan hanya tujuh kendaraan yang boleh ‘menenggak’ Pertalite. Yakni, motor, taksi online, angkutan umum, bus umum, angkutan logistik, transportasi laut dan kereta api.
Meski begitu sejauh ini belum ada penetapan secara resmi terkait kriteria pembatasan Pertalite dari pemerintah. Kriteria itu akan muncul di regulasi baru dari Kementerian ESDM yang sejauh ini masih dalam tahap pembahasan.
Abra juga berpendapat bila kriteria pembatasan Pertalite berdasarkan kendaraan maka bakal menimbulkan gejolak baru, salah satunya warga bakal mencari celah agar tetap bisa menggunakan BBM subsidi itu.
“Yang kedua, ini juga akan menimbulkan potensi masyarakat untuk menggunakan kendaraan yang masih diperbolehkan. Jadi, ada nantinya akan muncul kecenderungan fenomena pembelian mobil-mobil second atau mobil baru dengan cc yang diperbolehkan untuk membeli Pertalite,” ucap dia.
Menurut Abra hal ini berpotensi menimbulkan kebocoran subsidi BBM dari pemerintah. “Karena kan tadi saya katakan, disparitas harganya cukup jauh antara BBM subsidi dan non-BBM subsidi. Secara ekonomi, pasti masyarakat secara rasional, ya akan berusaha mencari celah untuk bisa membeli BBM bersubsidi,” papar Abra.
“Salah satunya dengan mengganti kendaraannya dengan kendaraan cc yang lebih rendah,” ujarnya.
Saat ini Pertamina menjual BBM bensin jenis Pertamax Turbo Rp14,475 per liter, Pertamax Green Rp13.650 per liter dan Pertamax Rp12.950 per liter. Sementara Pertalite banderolnya Rp10 ribu per liter.
Abra mengatakan semestinya kriteria pembatasan ditentukan dari kemampuan rumah tangga berdasarkan data yang dimiliki pemerintah.
“Saya melihat bahwa mestinya ya, kriteria tadi berdasarkan kemampuan rumah tangga, berdasarkan tingkat kesejahteraan ataupun pengeluaran yang sebetulnya dari data pemerintah sendiri, data sosial terpadu, itu sudah cukup lengkap,” kata Abra.
Pemerintah sempat merencanakan penerapan pembatasan Pertalite bakal dilakukan pada 1 Oktober. Namun kemungkinan mundur, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, masih dalam pembahasan.
“Masih bahas agar betul-betul aturan yang dikeluarkan itu mencerminkan keadilan. Apa yang saya maksudkan keadilan? Targetnya adalah bagaimana subsidi yang diturunkan BBM itu tepat sasaran. Jangan sampai tidak tepat sasaran,” kata Bahlil di Jakarta, Jumat (20/9/2024).