Market

Indonesia Kalah dari Uni Eropa, Larangan Ekspor Nikel Bakal Dicabut?

Indonesia kalah dalam gugatan sengketa kebijakan larangan ekspor nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sebab Uni Eropa menilai kebijakan larangan ekspor Indonesia ini melanggar ketentuan dari WTO.

Kabar kekalahan Indonesia ini langsung disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR.

Arifin membacakan hasil final putusan panel WTO di Dispute Settlement Body (DSB) atas perkara larangan ekspor nikel Indonesia. Putusan ini tercatat  dalam sengketa DS 592.

“Memutuskan bahwa kebijakan larangan ekspor dan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral (nikel) dalam negeri terbukti melanggar ketentuan WTO,” kata Arifin saat membacakan keputusan panel WTO di Raker Komisi VII, Senin (21/11/2022).

Dia mengungkapkan dalam putusan yang keluar tanggal 17 Oktober 2022 menyebutkan bahwa Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.

Keputusan tersebut juga menyebut beberapa regulasi dan peraturan perundang-undangan Indonesia melanggar tententuan WTO. Ketentuan tersebut antara lain UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Lalu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Keputusan final report ini akan didistribusikan kepada anggota WTO lain pada 30 November 2022. Selanjutnya hasil ini akan masuk dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.

Arifin memastikan, Pemerintah Indonesia akan mengambil sikap dan mengambil langkah lanjutan. Bahkan Indonesia akan mengajukan banding atas keputusan ini.

“Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk appeal atau banding. Pemerintah juga tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan diadopsi oleh Dispute Settlement Body (DSB),” jelasnya.

Arifin mengatakan pemerintah akan terus mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral yakni nikel. Caranya dengan mempercepat proses pembangunan smelter di dalam negeri.

Pemerintah melarang ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Jadwal pelarangan ini lebih cepat dua tahun dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang memperbolehkan ekspor tersebut hingga 2022.

Tapi kebijakan itu memicu protes dari Uni Eropa karena menganggap larangan ekspor nikel mengganggu produktivitas industri stainless steel mereka yang melibatkan 30 ribu pekerja langsung dan 200 ribu pekerja tidak langsung. Karena itu, mereka menggugat kebijakan Indonesia ke WTO.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button