News

Indonesia Punya Gen Z, di Korsel Ada ‘Generasi Sampo’ Tapi Jadi Ancaman Dunia

Korea Selatan atau Korsel saat ini sedang mengahadapi masalah besar terhadap jumlah penduduknya. Sebab per Agustus 2022, Korea Selatan mencatatkan tingkat kesuburan terendah di dunia. Dengan begitu, jumlah penduduk Korsel tidak mengalami peningkatan tapi justru menurun drastis.

Pemerintah mencatatkan tingkat kesuburan warganya pada 2021 turun 0,03 persen menjadi 0,81 persen. Bahkan pada tahun sebelumnya Negeri Gingseng itu mencatatkan lebih banyak angka kematian ketimbang kelahiran.

Untuk menstabilkan jumlah penduduk, Seoul setidaknya harus mencatatkan angka kesuburan warganya pada tingkat 2,1 persen. Sebab jika di bawah itu, maka Korsel akan masuk pada masa resesi seks.

Berdasarkan sejumlah penelitian, warga Korsel memang banyak yang tidak mau menikah atau berkencan. Penyebabnya bisa terbilang sepele yakni karena mereka tidak memiliki waktu, uang dan emosional untuk menjalani hubungan tersebut.

Anak Muda Korsel Masuk Gerenasi Sampo

Dengan kondisi ini, The Conversation melaprokan jika anak muda di Korea Selatan masuk sebagai “generasi sampo”. Sebutan itu adalah istilah bagi generasi yang tidak mau melakukan tiga hal yakni berkencan, menikah dan punya anak.

Asisten Profesor Sosiologi di Universitas British Columbia, Yue Qian menyebut 40 persen warga Korsel berumur 20-30 tahun sudah berhenti melakukan kencan.

Sebab kencan dan pernihakan tidak masuk dalam prioritas kaum muda di sana. Mereka lebih memprioritaskan banyak hal khususnya soal urusan “kantong” dan rumah.

Alasan utaman kaum muda di Korsel malas berkencan bahkan menikah karena masalah finansial atau keuangan. Karena masyoritas kaum muda di sana berkerja sebagai buruh kontrak yang upah dan jaminannya terbilang rendah.

Selain itu, OECD melaporkan Korsel menjadi negara yang memiliki jam kerja terpanjang di dunia. Sebab dalam sepekan jam kerja di sana mencapai 68 jam. Sehingga pada 2017 lalu mencatatkan jika rata-rata jam kerja di Korsel mencapai 2.024 jam per tahun.

Pemerintah sendiri sudah mengambil tindakan atas fenomena ini, salah satunya mengatur ulang soal jam kerja. Pemerintah akhirnya memangkas jam kerja menjadi 52 jam per pekan. Hal ini bertujuan agar warganya memiliki waktu untuk bersosialisasi termasuk berkencan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button