Hangout

Indonesia Resesi Seks? Tenang Masih Banyak yang Hamil

Isu resesi seks kembali mengemuka. Kali ini Presiden Joko Widodo sendiri yang menegaskan bahwa di Indonesia tidak mengalami isu resesi seks yang saat ini tengah berkembang secara global.

Fenomena resesi seks sudah terjadi di banyak negara. Presiden Jokowi menyampaikan bahwa telah mendapat laporan tingkat kehamilan masyarakat setelah menikah beberapa bulan cukup tinggi, di mana disebutkan dari 2 juta orang yang baru menikah, tingkat kehamilan mencapai 4,8 juta.

“Artinya di Indonesia tidak ada resesi seks. Masih tumbuh 2,1 persen, ini masih bagus. Dan ingat bahwa yang namanya jumlah penduduk ini jadi sebuah kekuatan ekonomi bagi sebuah negara,” ujar Jokowi saat membuka Rakernas Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana dan Penurunan Stunting, di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Jokowi mengingatkan tingginya tingkat kehamilan harus berkualitas. Bayi atau ibu hamil harus diberi protein yang memadai untuk kelengkapan gizi dan menghindari stunting. “Jadi kualitas keluarga, SDM, jadi kunci bagi negara kita untuk berkompetisi dengan negara-negara lain dan sinergitas antara kementerian/lembaga, Pemda, Nakes, TNI-Polri dan swasta ini penting sekali,” katanya.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut dari 2 juta masyarakat Indonesia yang menikah, sebanyak 1,6 juta di antaranya langsung hamil pada tahun pertama. Meski begitu, Hasto menyebut dari jumlah tersebut sebanyak 400 ribu bayi yang lahir mengalami stunting. Sehingga, pemeriksaan pasangan sebelum menikah perlu dilakukan agar orang tua siap secara jasmani sebelum mengandung.

“Target 3 bulan (setelah menikah) harus diperiksa, kalau ada anemia jangan, kurang gizi, jangan hamil dulu. Ini kebijakan luar biasa sehingga mereka boleh hamil kalo sudah stabil. Namun, setelah nikah kita tunda dulu kehamilan sampai sehat baru hamil. Di situ peran BKKBN untuk memberikan kontrasepsi terlebih dahulu,” jelas Hasto.

Populasi menurun di sejumlah negara

Resesi seks kini menjadi kekhawatiran dunia. Fenomena ini pula yang menjadikan salah satu faktor menurunnya jumlah populasi di sejumlah negara. China misalnya mengalami penurunan populasi tahun lalu untuk pertama kalinya dalam enam dekade.

Populasi China turun sekitar 850 ribu menjadi 1,41175 miliar pada akhir 2022, kata Biro Statistik Nasional negara itu. Dalam jangka panjang, pakar PBB melihat populasi China menyusut hingga 109 juta pada 2050, lebih dari tiga kali lipat penurunan perkiraan mereka sebelumnya pada 2019.

Sebagian besar penurunan demografi adalah hasil dari kebijakan satu anak di China yang diberlakukan antara 1980 dan 2015 serta tingginya biaya pendidikan yang membuat banyak orang China tidak memiliki lebih dari satu anak atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali.

Sementara kelahiran di Jepang jatuh ke rekor terendah baru tahun lalu, menurut perkiraan resmi, turun di bawah 800 ribu untuk pertama kalinya. Jepang dalam beberapa tahun terakhir telah mencoba mendorong rakyatnya memiliki lebih banyak anak dengan janji bonus uang tunai dan manfaat yang lebih baik. Jepang juga menjadi salah satu tempat termahal di dunia untuk membesarkan anak.

Resesi seks merujuk pada penurunan rata-rata jumlah aktivitas seksual yang dialami suatu negara sehingga menyebabkan rendahnya tingkat kelahiran. Pada tahun 1990, rata-rata orang dewasa di AS berhubungan seks 62 kali setahun dan pada tahun 2014 menurun menjadi 54 kali. Di Inggris, antara tahun 2001 dan 2012, usia di bawah 45 tahun berubah dari berhubungan seks lebih dari enam kali sebulan menjadi kurang dari lima kali.

Selama ini kita menganggap seks merupakan hal yang menarik bagi semua orang namun ternyata tidak. Saat ini ternyata terjadi penurunan rata-rata jumlah aktivitas seksual di banyak negara yang menjadi perhatian karena bisa menimbulkan resesi seks.

Banyak hal yang bisa menjadi pemicu dari resesi seks. Seperti pandemi memunculkan ketakutan dan ketidakpastian dunia saat ini. Seperti yang dikatakan terapis seks Emily Jamea, mengutip Parentmap, ada alasan ‘dua zebra tidak akan kawin di depan seekor singa’. Ketika Anda khawatir tentang apakah anak Anda masih bersekolah, apakah perusahaan tempat Anda bekerja aman dari kebangkrutan, atau apakah bisnis Anda tetap lancar tentu akan membuat lebih sulit untuk mendapatkan mood.

Semuanya mendorong stres, depresi dan kecemasan yang mendatangkan malapetaka pada libido. Faktor lainnya menyalahkan resesi seks ini pada kecanduan smartphone dan media sosial. Orang begitu sibuk dengan aktivitas di media sosial.

Sejumlah besar faktor sosial, budaya, dan teknologi bergabung untuk mengurangi dorongan seks kaum muda. Banyak orang kemudian merasa tidak harus melakukan seks jika mereka tak menginginkannya. Selain itu, juga menyebut kemungkinan beberapa orang lebih mengutamakan sekolah dan pekerjaan, ketimbang cinta dan seks.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button