Indonesia Surganya Pinjol Ilegal, Pertanda Gagal Berantas Kemiskinan


Praktik pinjaman online (pinjol) ilegal yang menyengsarakan rakyat bak rumput saja. Semakin dipotong semakin tumbuh subur. Karena, kemiskinan di Indonesia begitu parahnya. 

Sosiolog Nia Elvia sepakat bahwa fenomena pinjol yang semakin merebak, mencerminkan dahsyatnya kemiskinan di Indonesia. “Fenomena ini muncul karena faktor ekonomi. Dari beberapa kajian, angka kemiskinan kita masih tinggi,” kata Nia, dikutip Kamis (1/8/2024).

Saat ini, harga barang semakin mahal, biaya sekolah tinggi, membuat masyarakat menengah ke bawah tak punya pilihan. Akhirnya mereka berhubungan dengan pinjol.

“Pinjaman online ini sebagian besar digunakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, karena aksesnya yang relatif mudah dan persyaratan yang sederhana,” ujar Nia.

Sejak 2017 hingga Juni 2024, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sedikitnya ada 8.271 Penyelenggara Keuangan Online (Pinjol) illegal.

Masyarakat mesti memperhatikan ini karena bisa bikin hidup menjadi susah bila terjerat pinjol ilegal.

Larangan terhadap 8.271 pinjol ilegal tersebut dilakukan oleh OJK dan 15 kementerian dan lembaga yang tergabung dalam Satuan Tugas Pemberantasan Kegiatan Keuangan Ilegal (Satgas Pasti).

Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan pemberantasan pinjol ilegal di Indonesia.

OJK meminta agar masyarakat untuk selalu berhati-hati untuk tidak menggunakan pinjaman online ilegal karena berpotensi tersangkut sangat merugikan bagi masyarakat, termasuk risiko penyalahgunaan data pribadi peminjam.

OJK mencabut 66 izin usaha penyelenggara fintech Peer to Peer lending (P2P lending) sejak 2020 hingga 12 Juli 2024, dalam rangka memperkuat pengembangan industri fintech P2P lending yang sehat dan berintegritas.

“Dalam upaya penegakan ketentuan dan melindungi konsumen serta masyarakat, OJK telah melaksanakan off-site dan on-site supervision terhadap penyelenggara fintech P2P lending,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Pada periode Januari 2024 hingga Juni 2024, OJK memberikan sanksi terhadap administratif kepada penyelenggara layanan pinjaman bersama dengan yang berbasis di teknologi informasi (LPBBTI) yang disebut fintech P2P lending.

Sanksi tersebut meliputi 196 teguran tertulis, 166 denda, 7 sanksi pembatasan berusaha, dan 1 sanksi pokok dikenakan penilaian ulang terhadap pihak prinsipal dan dua penyelenggara fintech P2P lending.

OJK telah berkoordinasi dengan penegak hukum untuk tindak lanjut lebih lanjut lagi. OJK juga memberlakukan moratorium izin baru bagi penyelenggara fintech P2P lending mulai tahun 2020.