
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang patutnya menjadi solusi peningkatan gizi anak sekolah kini malah dilingkupi kontroversi. Setelah sebelumnya pengadaan ompreng dimonopoli oleh Badan Gizi Nasional (BGN), kini menu MBG selama Ramadan didominasi oleh produk Mayora. Dalihnya, makanan seperti biskuit, roti, dan sereal instan dianggap lebih praktis untuk dibawa pulang. Namun, dominasi korporasi besar ini menyingkirkan produk dari UMKM lokal, yang sebelumnya dijanjikan akan menjadi bagian dari rantai pasok program.
Tak hanya monopoli menu, pemotongan anggaran dari Rp10.000 menjadi Rp8.000 per siswa menimbulkan dugaan penyimpangan yang berimbas pada kualitas makanan. Ketua KPK Setyo Budi bahkan mengendus indikasi permainan dalam penunjukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur MBG. Dengan berbagai masalah yang muncul, publik patut bertanya: Apakah MBG benar-benar dijalankan demi kepentingan rakyat atau sekadar lahan bisnis bagi segelintir pihak?