Market

Ingin Sejahterakan Driver Ojol, Sayangnya Kebijakan Menhub Budi Kurang Cerdas

Kamis, 18 Agu 2022 – 20:58 WIB

Ingin Sejahterakan Driver Ojol, Kebijakan Menhub Budi Kurang Cerdas

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. (Media Indonesia).

Maksud Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi ingin sejahterakan driver ojek online (ojol), apa daya kebijakannya agak ‘kurang cerdas”. Lantaran tidak memperhitungkan karakter konsumen ojol.

Ekonom Universitas Airlangga (Unair), Rumayya Batubara menilai, niat baik pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mensejahterakan pengemudi atau driver ojol melalui kenaikan tarif, perlu diapresiasi. Sayangnya, kenaikan tarif ojol tidak selalu berhubungan dengan kesejahteraan driver.

Ia mencontohkan, ketika konsumen memilih moda transportasi lain, ketika tarif ojol mahal, maka potensi pendapatan driver pun menurun. Alasannya, karakter pengguna ojol yang sangat sensitif terhadap harga. Ketika ada perubahan harga, mereka akan mencari alternatif moda transportasi lain, atau bahkan mengurangi mobilitasnya.

“Misalkan jika sebelumnya bisa mendapatkan 10 penumpang, dengan adanya kenaikan ini penumpangnya jadi turun jadi 7 atau bahkan hanya 5. Perlu diingat, jumlah driver tetap sama, tapi penumpang berkurang,” ujar Rumayya di Jakarta, Kamis (18/8/2022).

Dari sisi konsumen, berdasarkan studi yang dilakukan Research Institute of Socio- Economic Development (RISED), lebih dari 50 persen konsumen pengguna ojol adalah masyarakat menengah bawah. Dan, karakteristik konsumennya memilih ojol dikarenakan tarifnya murah.

Apabila kenaikan tarif ojol terlalu tinggi, hal itu bisa menjadikan ojol tidak terjangkau lagi oleh sebagian besar konsumen. Akibatnya, konsumen akan memilih opsi transportasi lain, salah satunya kendaran pribadi, yang akan menimbulkan masalah lain seperti kemacetan lalu lintas.

“Ketika tarif ojol naik di tahun 2019, sebanyak 75 persen konsumen menolak kenaikan harga ojol. Persentase penolakan tersebut tergolong tinggi, meski kenaikan tarif pada saat itu tidak sebesar di tahun 2022 ini. Tahun ini kami memang belum melakukan studi terbaru, tapi kemungkinan besar akan ada lebih dari 75 persen konsumen yang menolak, karena kenaikan tarifnya jauh lebih tinggi,” kata Rumayya, yang juga Ketua Tim Peneliti RISED.

Secara keseluruhan, kata Rumayya, kenaikan tarif ojol yang tinggi akan menekan daya beli masyarakat dan turut menaikkan inflasi. Terlebih saat ini pemerintah tengah berupaya untuk menekan inflasi melalui program subsidi di berbagai sektor.

“Kita lihat saat ini inflasi sedang tinggi. Bahkan untuk inflasi pangan tertinggi sejak tahun 2015. Jika inflasi tinggi, maka daya beli konsumen tergerus,” ujar Rumayya.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sendiri menunda pemberlakuan tarif baru ojek online (ojol) dari seharusnya 15 Agustus 2022 menjadi 30 Agustus 2022. Menurut Rumahyya, perpanjangan waktu tersebut dapat menjadi momentum bagi Kemenhub dalam menjaring masukan dari para pemangku kepentingan dalam menetapkan tarif baru ojol.

“Penundaan pemberlakukan ini bagus walaupun tambahannya hanya 15 hari. Sehingga ada waktu lebih panjang, untuk menghitung lagi dampaknya, dan apakah ada solusi yang lebih baik. Jika memang harus naik, maka berapa besaran tarif yang sesuai. Jadi perpanjangan waktu ini bisa digunakan untuk mencari masukan dan tambahan data agar bisa mengambil kebijakan publik lebih tepat, kami sangat dukung untuk itu,” kata Rumayya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button