News

Ini Faktor yang Sebabkan Imran Khan Digulingkan dari Jabatan PM Pakistan

Imran Khan digulingkan dari jabatan Perdana Menteri (PM) Pakistan setelah kehilangan mosi tidak percaya parlemen.

Ada sejumlah faktor yang membuat Khan terdepak dari kekuasaannya. Di dalam tubuh parlemen Pakistan, partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) yang dipimpin oleh Khan telah kehilangan dukungan dari sekutu koalisi. Akibatnya, dia tidak bisa mengalahkan mosi tidak percaya.

Hilangnya dukungan sekutu membalikkan angka bagi Khan. BAP, Gerakan Muttahida Qaumi (MQM) dan Liga Muslim Pakistan – Quaid (PML-Q) menyumbang kurang dari lima persen kursi di Majelis Nasional yang beranggotakan 342 orang.

Tetapi dengan janji mendukung mosi tidak percaya terhadap Khan, sekutu koalisi secara efektif mengakhiri masa jabatan 3,5 tahun Khan sebagai perdana menteri. Partai oposisi juga mengaku mendapat dukungan sejumlah anggota parlemen PTI yang membangkang.

Di luar parlemen, Khan tampaknya kehilangan dukungan dari militer Pakistan yang kuat, yang menurut oposisi membantunya memenangkan pemilihan umum 2018. Baru-baru ini secara terbuka, Khan dan militer Pakistan berselisih mengenai penunjukan pejabat senior di militer Pakistan dan kebijakan yang diambil Khan. PTI dan militer membantah tuduhan tersebut.

Dalam beberapa pekan terakhir, ketika partai-partai oposisi utama, Partai Rakyat Pakistan (PPP) dan Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N), meningkatkan upaya mereka untuk mengusir Khan, sekutu koalisi menjadi vokal dalam ketidakpuasan mereka terhadapnya.

“Sejauh menyangkut pemerintahan, pemerintah benar-benar gagal. Ada ketidakpuasan selama dua tahun terakhir. Partai (BAP) tidak senang dengan bagiannya di pemerintah federal dan portofolio kementerian yang telah dialokasikan,” kata Senator Anwaar ul Haq Kakar dari Partai Balochistan Awami (BAP), sekutu koalisi yang menarik dukungan untuk Khan pada akhir Maret, seperti dilansir Aljazeera, Minggu (10/4/2022).

Suasana tidak enak di antara mantan sekutu Khan digemakan oleh Nadeem Afzal Chan, asisten khusus perdana menteri yang mengundurkan diri dari posisinya dan bergabung kembali dengan oposisi PPP pada awal Maret lalu.

“Saya terkesan dengan platform anti-korupsi Khan, namun bosan dengan status quo. Saya lalu Khan secara terbuka berbicara tentang orang miskin, tapi secara pribadi dia mengelilingi dirinya dengan investor kaya,” kata Chan.

Krisis ekonomi yang semakin dalam berkontribusi pada ketidakpuasan terhadap Khan, dengan inflasi, yang menembus dua digit. Tingginya inflasi telah mendominasi sebagian besar masa jabatan Khan.

Pada Februari 2022, ketika momentum penolakan terhadap Khan meningkat, sang perdana menteri mengumumkan pemotongan harga bahan bakar dan listrik domestik meskipun ada kenaikan global, dia berjanji untuk membekukan harga hingga akhir tahun fiskal pada Juni.

Langkah tersebut menambah tekanan lebih lanjut pada defisit fiskal Pakistan, yang sudah kronis dan masalah neraca pembayaran. Pekan lalu, mata uang rupee Pakistan jatuh ke posisi terendah dalam sejarah terhadap dolar AS. Bank sentral Pakistan secara tajam menaikkan suku bunga dalam sebuah pertemuan darurat.

Ekonom Sekolah Pemerintahan Blavatnik Universitas Oxford Shahrukh Wani mengatakan, sebagian dari kemerosotan ekonomi adalah situasi yang mereka warisi dari pemerintah sebelumnya. Permasalahan lainnya yang merongrong Pemerintahan Khan adalah pandemi COVID-19.

“Tetapi pemerintah memang tidak memiliki tindakan strategis dan reformasi tidak pernah dilakukan,” katanya.

Mantan sekutu Khan seperti Chan, menyebut bahwa ketidakpuasan di antara pemilih konstituen telah berakhir. “Inflasi, kelangkaan pupuk, pemerintah daerah di Punjab, kepolisian, semuanya berlebihan,” kata Chan.

Miftah Ismail, mantan menteri keuangan PML-N, mengatakan dua tantangan ekonomi terbesar yang dihadapi Pakistan saat ini adalah inflasi yang tinggi dan cadangan devisa yang menipis dengan cepat.

“Kesulitannya adalah karena mata uang telah mendevaluasi karena penurunan cadangan, itu menimbulkan lebih banyak inflasi.”

Dukungan parlemen perdana menteri mulai bubar ketika militer mengisyaratkan tidak akan berpihak pada Khan melawan oposisi, sebuah kebijakan yang dinilai netral. Dengan diturunkannya Khan, jalur ketiga politik Pakistan yakni hubungan sipil-militer, makin punya peluang.

Sebelumnya pada Oktober 2021, ketegangan sipil-militer meledak di depan umum ketika Khan mencoba mempertahankan Faiz Hameed sebagai kepala mata-mata militer Pakistan, dengan menolak calon panglima militer Qamar Bajwa.

Masa jabatan kedua Bajwa sebagai panglima militer Pakistan akan berakhir pada November 2022, dengan Jenderal Hameed salah satu jenderal paling senior yang memenuhi syarat untuk menggantikannya.

Upaya mati-matian Khan untuk membentuk kembali hubungan dengan AS, mitra dagang terbesar Pakistan dan sekutu, sulit dipertahankan oleh militer sebagai mitra penting.

Pada Februari 2022, Khan melakukan perjalanan ke Rusia untuk mencari kesepakatan perdagangan pada malam invasi Rusia ke Ukraina. Dia pergi dan menjabat tangan Presiden Rusia Vladimir Putin beberapa jam setelah serangan dimulai pada 24 Februari.

Kendati militer Pakistan mendukung perjalanan ke Moskow, perbedaan meningkat setelah Khan membuat poros domestik berisiko tinggi. Dia menuduh rencana yang dipimpin AS untuk memecatnya sebagai hukuman atas perjalanannya ke Rusia dan kebijakan luar negeri yang netral.

Sebagai bukti plot, Khan melambaikan surat dalam rapat umum di Islamabad pada 27 Maret. Dia mengklaim AS telah menyampaikan peringatan diplomatik ke Pakistan untuk mencopotnya sebagai perdana menteri.

Pensiunan mantan juru bicara militer dan Duta Besar Pakistan untuk Ukraina dari 2015 hingga 2018 Athar Abbas, mengatakan surat itu memerlukan tanggapan yang kuat dan tindakan korektif.

“Tanggapan di militer beragam tentang apakah itu seharusnya digunakan untuk mencampuri mosi tidak percaya,” katanya.

Abbas juga memaparkan sejumlah perbedaan antara Khan dan kepemimpinan militer yang telah terakumulasi selama dia menjabat. Hal yang disoroti Abbas itu adalah manajemen politik dan ekonomi yang buruk.

“Posisi perdana menteri menilai perang melawan terorisme adalah kami berperang melawan AS dengan menderita kerugian manusia dan materi. Sedangkan militer berpandangan itu adalah dampak dari perang Afghanistan dan kami tidak punya pilihan,” kata Abbas.

“Tekanan pada kepemimpinan militer adalah jika itu adalah perang Amerika, maka semua pengorbanan perwira dan tentara muda menjadi sia-sia.”

Pensiunan pejabat militer lainnya, Wakil Marsekal Udara Shahzad Chaudhry, menilai ketegangan dengan militer juga menyangkut gaya pemerintahan Khan.

“Dalam masalah kebijakan, Khan bisa berubah-ubah. Tidak ada prediktabilitas atau stabilitas. Imran Khan adalah seorang populis, itu juga kerentanannya,” tutup Chaudhry. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button