Ini Memprihatinkan, 3 Tahun Satgas BLBI Hanya Mampu Kumpulkan Dana Cash Rp1,5 Triliun


Kinerja 3 tahun, Satgas BLBI berhasil mengumpulkan aset pengemplang BLBI senilai Rp38,2 triliun, layak diapresiasi. Meski terdengar signifikan, namun ada kenyataan pahitnya. 

Karena aset berbentuk dana cash hanya Rp1,5 triliun, sisanya yang Rp36,7 triliun berbentuk aset yang belum tentu bisa dimonetesiasi sesuai klaim. “Fakta bahwa BLBI diberikan kepada debitur berbentuk uang tunai, membuat jumlah dana cash yang dikumpulkan Satgas BLBI hanya Rp1,5 triliun, sangat mengecewakan,” kata mantan Staf Ahli Utama Pansus BLBI DPD RI, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Dia bilang, BLBI yang digelontorkan pada akhir 1990-an, bertujuan mulia. Untuk menyelamatkan perbankan nasional yang tersengat krisis moneter. Seharusnya, dana BLBI itu dikembalikan dengan nilai yang setara.

Namun, setelah bertahun-tahun upaya penagihan dilakukan, lanjut Hardjuno, duit tunai yang berhasil dikumpulkan Satgas BLBI, masih jauh dari harapan. Sebagian besar aset yang disita berupa properti dan barang jaminan yang nilai moneternya belum terealisasi sepenuhnya.

“Konversi aset non-tunai menjadi dana yang dapat langsung digunakan oleh negara seharusnya menjadi prioritas. Tanpa itu, hasilnya hanya akan menjadi sekumpulan aset yang belum tentu mudah dimonetisasi,” tegas Hardjuno.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, lanjutnya, bunga 6 persen per tahun untuk program BLBI, ketika dihitung sejak Januari 1998 hingga 2024, nilai yang harus dikembalikan para debitur BLBI mencapai Rp502,48 triliun. Artinya, belum duit pokok BLBI yang kembali ke brangkas negara. Bunga BLBI pun masih belum jelas selama 26 tahun lebih.

“Dengan bunga yang sudah mencapai ratusan triliun rupiah, terlihat betapa besar kerugian negara jika masalah ini tidak segera diselesaikan,” tambah Hardjuno.

Dengan masa tugas Satgas BLBI yang berakhir pada Desember 2024, dan pergantian kekuasaan dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto yang dijadwalkan pada Oktober, muncul kekhawatiran serius akan nasib penagihan utang BLBI.

Setiap pergantian pemimpin, lanjutnya, acapkali membawa risiko perubahan kebijakan dan prioritas yang bisa memengaruhi keberlanjutan upaya ini.

“Jika pemerintahan baru tidak memberikan dukungan penuh, ada risiko bahwa upaya pengembalian dana BLBI akan terhenti atau kehilangan momentum,” kata Hardjuno.

Hardjuno juga menekankan pentingnya pemerintah baru untuk memastikan bahwa penyelesaian masalah BLBI tetap menjadi prioritas utama. Saat ini, sebesar Rp72,25 triliun duit BLBI yang belum tertagih. Jika ditambah bunga, totalnya menjadi Rp502,48 triliun.

“Tanpa komitmen kuat dari semua pihak, pencapaian Satgas BLBI ini mungkin hanya akan menjadi catatan sejarah tanpa dampak nyata bagi keuangan negara dan kesejahteraan rakyat,” tutup Hardjuno.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI yang juga Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto mengatakan, Satgas BLBI per 5 Juli 2024, berhasil mengantongi aset obligor/debitur BLBI senilai Rp38,2 triliun. “Hingga saat ini, perolehan Satgas BLBI mencapai Rp38,2 triliun,” ujar Hadi, Jumat (5/7/2024).

Ke depan, kata Hadi, , Satgas BLBI akan terus mengejar sisa tagihan negara kepada obligor/debitur sebesar Rp72,25 triliun dari total keseluruhan Rp110,45 triliun. “Jenis aset yang disita Satgas BLBI berbentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) masuk ke kas negara sebesar Rp1,5 triliun,” paparnya.

Selanjutnya, kata Hadi, upaya sita barang, baik berupa barang jaminan atau pun harta kekayaan lainnya, berbentuk lahan seluas 19.366.503 meter-persegi, nilainya setara Rp17,7 triliun. Kemudian berbentuk penguasaan aset properti seluas 20.857.892 meter-persegi, setara Rp9,1 triliun.

Berikutnya dalam bentuk PSP dan Hibah kepada K/L dan pemerintah daerah (pemda) seluas 3.826.909 meter-persegi atau setara Rp5,9 triliun. Terakhir dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) nontunai Rp3,7 triliun dengan luas mencapai 670.837 meter-persegi.