Ahmad Rafif Raya menjadi perbincangan di media sosial. Influencer pasar modal ini disorot karena gagal mengelola dana yang dititipkan sejumlah investor sebesar Rp71 miliar.
Kasus tersebut mencuat melalui sebuah unggahan viral di platform media sosial X. Rafif ketahuan melancar aksinya melalui perusahaan bernama PT Waktunya Beli Saham.
Sang influencer berkedok manajer investasi itu menjual janji kepada para investornya. Ia juga disebut tak jujur ketika dana yang dikelolanya mengalami kerugian.
Mayoritas investor pun menarik dana mereka. Sehingga nilai dana pengelolaan di perusahaan milik Rafif semakin menyusut.
Belakangan, terungkap aksi Rafif tak berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Wasit industri jasa keuangan itu sampai meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir media sosial dan situs yang berkaitan dengan Rafif serta PT Waktunya Beli Saham.
Siapa Sebenarnya Ahmad Rafif Raya?
Berdasarkan akun LinkedIn pribadinya, Rafif tercatat merupakan lulusan S1 Akuntansi Universitas Hasanuddin (Unhas). Pria asal Makassar itu menempuh pendidikan cukup lama, yakni enam tahun, sejak 2014 dan baru lulus di 2020.
Meski demikian, Rafif mengeklaim sebagai penerima Djarum Beasiswa Plus pada 2016-2017. Ia juga mengaku pernah magang di Direktorat Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2017 hingga 2018.
Ia kemudian menyebut dirinya sebagai CEO Investor Saham Pemula Makassar. Pekerjaan ini dijalaninya terbilang cukup singkat, yaitu pada April 2017 sampai September 2018.
Rafif lalu bekerja sebagai stock broker di PT Panin Sekuritas Tbk. Lagi-lagi pekerjaan itu tak bertahan lama, yakni hanya setahun.
Kemudian Rafif mendirikan Truzt Indonesia pada 2018. Berdasarkan konten di Instagram @truzt.id, ia membagikan informasi seputar pasar modal.
“Saya bertransaksi dan mengalami kerugian, namun melaporkan dan memberikan keuntungan kepada para investor,” kata Rafif dalam surat pernyataan kewajiban pembayaran utang yang ditandatangani 9 Juni 2024.
“Bahwa dalam hal ini sebagai manusia biasa yang bergelut di dunia investasi dengan perhitungan untung rugi, saya menyadari telah melakukan kesalahan,” sambungnya.
Selain itu, Rafif juga mencantumkan sejumlah lisensi untuk meyakinkan apa yang dilakukannya selama ini. Setidaknya, ada tiga lisensi dan sertifikasi yang dikeluarkan OJK, meski semuanya sudah kedaluwarsa.
Itu mencakup broker dealer representative yang diterbitkan pada Mei 2019 dan kedaluwarsa pada Agustus 2022 serta lisensi wakil perantara pedagang efek pemasaran (WPPE-P) yang kedaluwarsa di 2019. Lalu, sertifikasi wakil manajer investasi yang diterbitkan pada 2020 dan kedaluwarsa pada Agustus 2023.
OJK Turun Tangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI telah memanggil Ahmad Rafif Raya pada 4 Juli 2024 untuk memberikan keterangan dan klarifikasi terkait kasus ini.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa Rafif dan perusahaannya, PT Waktunya Beli Saham, tidak memiliki izin usaha dari OJK sebagai Manajer Investasi atau Penasihat Investasi.
Rafif hanya memiliki izin sebagai Wakil Manajer Investasi (WMI) dan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE), yang tidak mengizinkan penawaran investasi atau penghimpunan dana masyarakat atas nama pribadi.
Rafif diketahui menggunakan nama-nama pegawai dari PT Waktunya Beli Saham untuk membuka rekening efek nasabah di beberapa perusahaan sekuritas, yang merupakan pelanggaran hukum.
Satgas PASTI merekomendasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI untuk memblokir situs dan media sosial yang terkait dengan Ahmad Rafif Raya dan PT Waktunya Beli Saham.
OJK juga mengeluarkan perintah pembekuan sementara izin WMI dan WPPE Rafif sampai proses penegakan hukum selesai. Selain itu, Ahmad Rafif diminta untuk membayar ganti rugi kepada para nasabah dan bertanggung jawab atas kerugian yang dialami investor.
Satgas PASTI menghentikan kegiatan pengelolaan dana investasi yang dilakukan oleh Rafif, yang terindikasi melanggar ketentuan Pasal 237 Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dalam melakukan penawaran investasi, penghimpunan, dan pengelolaan dana masyarakat tanpa izin dari OJK.