Market

Termakan Isu PMK, Malaysia Tolak Makanan Berbasis Daging Sapi Asal Indonesia

Ada kabar buruk terkait produk makanan berbasis daging sapi asal Indonesia. Pemerintah Malaysia menolaknya karena diduga terpapar penyakit mulut dan kuku atau PMK.

“Tadi saya baru dapat laporan produk kita masih belum diterima di Malaysia, yang berbasis sapi, karena PMK,” kata Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman usai konferensi pers Agri-Food Tech Expo Asia 2023 di Jakarta, Rabu (2/8/2023).

Asal tahusaja, wabah PMK ini, pertama kali terkonfirmasi masuk ke Indonesia pada 5 Mei 2022. Tepatnya lewat Jawa Timur. Namun, kondisi PMK saat ini, sudah tertangani dengan baik. Jumlahnya terus menurun ketimbang masa puncak pada Juni 2022.

Upaya pencegahan dan pengendalian PMK dilakukan pemerintah dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) PMK yang diketuai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Kata Adhi, seharusnya produk olahan yang telah melalui sejumlah proses pengolahan sudah bisa dipastikan keamanannya. “Padahal produk jadi itu harusnya aman. Dari sisi keamanan pangan, penyakit, semua aman karena sudah diproses dan sudah melewati berbagai uji. Tapi sampai sekarang Malaysia masih ini (menolak produk kita),” katanya.

Adhi pun mendesak pemerintah untuk segera melakukan tindakan agar hambatan dagang semacam ini tidak terjadi. Ia menyebut upaya melalui kedutaan hingga pertemuan antarmenteri telah ditempuh namun belum juga membuahkan hasil.

Penolakan semacam itu, menurut Adhi dilakukan sebagai upaya untuk menghambat perdagangan dan melakukan proteksionisme yang kini banyak dilakukan oleh banyak negara. Hal serupa juga dilakukan Eropa lewat kebijakan hijaunya.

“Isu-isu ini menjadi hambatan perdagangan dan jadi tools bagi negara-negara untuk menghambat (perdagangan) seperti itu. Ini terjadi. Dan bukan hanya dari Eropa tapi seperti saya bilang tadi, ada yang dari negara tetangga sendiri juga,” kata Adhi.

Contoh lainnya, ungkap Adhi, adalah produk Indonesia yang masih dikenakan pajak gula (sugar tax) ke Timor Leste. Ia menyebut pajak tersebut awalnya hanya ditetapkan untuk produk minuman tetapi kini meluas ke banyak produk lainnya. “Ini salah satu yang menghambat perdagangan antarnegara,” ujar Adhi.

Adhi menyebut langkah-langkah proteksionisme serta upaya saling hambat, khususnya di ASEAN, diharapkan bisa dibahas dalam KTT ASEAN pada September mendatang. Hal itu sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadikan kawasan tersebut menjadi pusat pertumbuhan global lewat kolaborasi.

“Kita berharap (tantangan) ini bisa menjadi pembahasan dan mencari solusi bersama. Karena kita mau tidak mau harus saling mendukung antar ASEAN supaya kita bisa mengatasi masalah-masalah yang sekarang terjadi seperti kekurangan pangan, climate change, ini jadi tantangan kita bersama,” kata Adhi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button