Inilah Kebijakan Ekonomi Trump yang Bikin ‘Ngeri-ngeri Sedap’ Sri Mulyani


Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS ke-47 memberikan rasa ngeri untuk Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani. Ini menyangkut karakter Trump yang hobi memproteksi produk AS.

Tegas-tegas saja, Sri Mulyani mengaku jeri dengan arah kebijakan fiskal presiden AS terpilih Donald Trump. Jauh lebih ekspansif ketimbang petahana Joe Biden.

Selain itu, Sri Mulyani menyebut peluang Trump menerapkan sejumlah kebijakan yang patut diwaspadai. Misalnya, penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja strategis, dan proteksionisme dengan menaikkan tarif impor barang (barang masuk).

Selama ini, kata Sri Mulyani, AS menargetkan tarif impor hanya kepada China karena neraca dagang yang surplus. Ke depan, Trump diperkirakan akan memperluas pemberlakuan tarif impor ke negara-negara Asean, di mana termasuk di dalamnya Indonesia.

“Namun, sama seperti Trump periode pertama, semua melihat partner dagang AS yang surplus. Jadi, mungkin tidak hanya China yang kena, Asean seperti Vietnam dan beberapa negara lain akan dijadikan poin untuk fokus dan perhatian terhadap pengenaan tarif impor ini,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan Kementerian Keuangan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (13/11/2024).

Sri Mulyani pun ketar-ketir dengan prediksi perubahan arah kebijakan AS ketika dipimpin Trump. Misalnya soal gencatan senjata dan aksi perdamaian tidak akan seagresif Biden.

Di sisi lain, komitmen Trump terhadap perubahan iklim atau climate change juga tidak akan sefokus Biden. Di mana, Trump kemungkinan bakal mengizinkan produksi bahan bakar fosil secara besar-besaran.

Khawatirnya, perubahan arah kebijakan terkait perubahan iklim ini akan berdampak pada manufkatur, khususnya terkait kendaraan listrik.

“Pengaruh diperbolehkannya produksi fossil fuel mempengaruhi harga minyak dan terhadap masa dengan EV dengan seluruh rantainya,” jelas Sri Mulyani.

Saat berkampanye, dikutip dari Bloomberg pada Selasa (7/11/2024), Trump menjanjikan akan mengerek naik tarif impor produk dari China, seperti baja dan kendaraan listrik.

Janji kampanye itu jelas mengancam pengenaan tarif masuk hingga 60 persen terhadap produk China, tingkat yang diprediksi Bloomberg Economics akan menghancurkan perdagangan antara ekonomi terbesar di dunia.

Bahkan, ekonomi Asia Pasifik juga terancam dari janji kampanye Trump yang mencakup tarif tinggi, kebijakan imigrasi yang lebih ketat, dan perubahan yang luas peraturan fiskal AS.

“Kawasan Asia Pasifik akan menghadapi tantangan mulai dari tarif yang lebih tinggi, berkurangnya kepercayaan dunia usaha, dan gejolak pasar keuangan,” kata Senior Economist Moody’s Analytics Stefan Angrick dalam laporannya, Senin (11/11/2024).

Dia memaparkan, risiko terbesar yang akan dihadapi negara Asia Pasifik adalah penerapan tarif impor yang lebih tinggi oleh AS. Sebagian besar ekspor yang dilakukan perekonomian Asia Pasifik dikirim ke AS, mendorong sebagian besar pertumbuhan di kawasan ini.