Market

Hindari PHK, Empat Kawasan Potensial Jadi Tujuan Ekspor Baru

Diversifikasi negara-negara tujuan ekspor ditengarai menjadi salah satu obat untuk terbebas dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang marak terjadi akhir-akhir ini di Tanah Air. Paling tidak, terdapat empat kawasan yang potensial menjadi negara-negara tujuan ekspor baru. Apa saja?

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menekankan pentingnya diversifikasi negara tujuan ekspor. Menurutnya, banyak negara yang potensial menjadi negara tujuan ekspor baru.

Sebab, kondisi ekonomi dan sektor-sektor usaha domestik mereka masih kuat karena tidak terpengaruh perlambatan global. “Negara-negara Skandinavia, Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika, saya pikir potensial,” katanya kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (5/2/2023).

Sejauh ini, ekspor Indonesia hanya tertuju pada lima besar dan masih itu-itu saja, yakni Asean, Amerika, Eropa, Jepang, dan China. “Untuk peringkatnya, itu bergantian kadang-kadang Asean yang tinggi di bulan-bulan tertentu, kadang China dan Jepang,” papar David.

India dan Korea Selatan kadang-kadang masuk di lima besar itu. “Porsi ekspor ke India dan Korea Selatan mulai naik. Tapi, seharunsya jangan bertumpu pada 5-6 negara yang saya sebut itu,” ungkapnya.

Menurut dia, terdapat dua faktor yang memicu tingginya PHK di Tanah Air. Salah satunya, sektor teknologi yang melakukan overinvestment selama masa Pandemi COVID-19 pada 2020-2021.

Sektor ini, melakukan investasi dalam berbagai proyek yang telah melebihi kapasitas dan kemampuan keuangan mereka.

“Yang kedua, karena faktor perlambatan ekonomi global,” ujarnya. “Pesanan global memang munurun.”

Sinyal perlambatan ekonomi sudah terlihat sejak akhir 2022 dan berlanjut di awal 2023. “Ini diproyeksikan ekonomi global tahun ini akan melemah, bukan hanya oleh Bank Dunia dan IMF, tapi juga oleh lembaga multilateral lainnya,” tuturnya.

Pendapat mereka, kata David, kurang lebih sama untuk kondisi perekonomian global. “Perlambatan signifikan terjadi di Eropa,” timpal dia.

Yang terpukul banyak, sambung David adalah perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) serta sepatu. “Itu terutama yang berorientasi global. Untuk yang berorientasi domestik, itu oke-oke saja. Untuk beberapa segmen usaha juga masih oke,” ungkap David.

Produk sepatu kebanyakan diekspor ke Eropa dan AS di mana dua kawasan ini mengalami perlambatan sehingga berujung PHK di dalam negeri. “Manufaktur mungkin ekspornya agak terancam juga,” ujarnya.

Namun demikian, David melihat positif pembukaan kembali perekonomian China yang memberi harapakan kenaikan sektor properti di negeri Tirai Bambu itu. Begitu juga dengan permintaan komoditas di mana Indonesia paling banyak ekspor.

“Ekspor makanan, minuman dan perikanan masih bagus. Eskpor hasil CPO (crude palm oil) juga masih oke. Karet stabil alias tidak naik dan tidak turun karena banyak karet sintetis,” ucapnya.

Untuk produk TPT, dinilanya sangat rentan karena inventory alias stok di negara-negara tujuan ekspor juga masih terhitung besar.

Belum lagi dengan faktor persaingan di mana negara-negara di Asia Selatan memberikan Upah Minimum Regional alias UMR yang lebih murah.

“Banyak yang mengalihkan order ke sana, selain permintaan global melambat. Bangladesh, Pakistan, India, mereka mengambil porsi ekspor paling banyak,” imbuhnya.

Sebelumnya, ramai diberitakan, industri padat karya tengah menghadapi masalah perontokan karyawan alias PHK. Ini meliputi industri alas kaki dan industri tekstil sejak 2022 lalu.

Fenomena tersebut terjadi seiring melemahnya permintaan dari luar negeri sebagai dampak ketidakstabilan kondisi geopolitik. Meletusnya perang Rusia-Ukraina jadi biang keroknya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button