Invasi Darat Israel ke Lebanon Memberikan Keuntungan Taktis bagi Hizbullah


Israel telah membawa konflik yang sedang berlangsung ke titik kritis setelah membunuh pimpinan Hizbullah Hassan Nasrallah dan kini melakukan serangan darat ke Lebanon. Bagi Hizbullah, eskalasi ke peperangan darat menawarkan keuntungan taktis yang cukup besar.

Tujuan utama Israel dengan serangan ini adalah untuk memisahkan perangnya di Gaza dari konflik di Lebanon yaitu memaksa Hizbullah berhenti mendukung Hamas dan menyerang Israel utara. Pemerintah Israel menggunakan eskalasi sebagai sarana untuk mencapai tujuan ini. Israel percaya bahwa pemisahan yang berhasil akan menciptakan keretakan di antara anggota poros perlawanan, di mana Hamas dan Hizbullah merupakan bagian darinya.

Namun ada risiko bahwa pendekatan Israel ini akan menjadi bumerang. Samer Jaber, seorang aktivis politik dan peneliti dalam artikelnya mengungkapkan, Israel mungkin akan mengalami situasi yang mirip dengan di 2006. Ketika itu Israel adalah pihak yang lebih kuat tetapi tetap kalah dalam konfrontasinya dengan Hizbullah karena paradoks eskalasi. 

“Ini karena, dalam perang asimetris, entitas yang relatif lebih lemah dapat menang hanya dengan menggunakan kesabaran strategis, memperpanjang perang, dan memaksa lawan mereka yang lebih kuat untuk mengeluarkan sumber daya signifikan, yang pada akhirnya menghabisinya,” kata Samer Jaber, yang juga peneliti di Royal Holloway, Universitas London mengutip Al Jazeera.

Penting untuk dicatat bahwa Hizbullah tidak dapat mundur dari konfrontasi ini, bahkan dengan mengorbankan nyawa para pemimpinnya. Taruhannya sangat tinggi; jika mundur, Hizbullah tidak hanya akan kehilangan kepercayaan dan keyakinan para pendukungnya, tetapi juga dapat membahayakan pencegahan strategis yang telah dibangunnya sejak perang tahun 2006 dengan Israel. Itulah sebabnya, para pemimpin Hizbullah yang masih hidup kemungkinan akan berjuang sampai akhir.

Dalam kasus saat ini, yang harus dilakukan Hizbullah adalah memobilisasi kemampuannya tersisa untuk melanjutkan serangan roketnya ke Israel utara. Ini akan mencegah tentara Israel mengamankan kembalinya penduduk yang dievakuasi, dan menahan upaya Israel untuk mendorong pasukannya ke utara Sungai Litani melalui serangan darat.

Sekalipun tentara Israel tidak menghadapi perlawanan sengit, kemajuan apa pun yang dicapainya dalam “operasi darat terbatas” yang baru saja dideklarasikannya mungkin hanya sementara. Oleh karena itu, Israel akan menghadapi pilihan untuk memperluas operasi atau tidak.

Peperangan Darat Menguntungkan Hizbullah

Masih menurut Samer Jaber, Hizbullah terus menanggapi eskalasi Israel dengan pendekatan yang terkendali, dengan harapan dapat memprovokasi Israel untuk memulai invasi skala penuh. Bagi Hizbullah, eskalasi ke peperangan darat menawarkan keuntungan taktis yang cukup besar.

Kehadiran pasukan darat Israel akan membatasi efektivitas angkatan udara Israel. Misalnya, F-35 tidak akan digunakan di wilayah tempat pasukan Israel bentrok dengan Hizbullah karena risiko tentara Israel tewas dalam pemboman tersebut. Pesawat taktis lainnya mungkin juga memiliki penggunaan terbatas, karena Hizbullah dilengkapi dengan rudal antipesawat.

Selain itu, pasukan Hizbullah lebih mengenal medan menantang di Lebanon selatan, yang memberi mereka keuntungan besar. Selama bertahun-tahun, Hizbullah juga telah mengembangkan infrastruktur logistik dan militer kuat yang dirancang untuk mendukung peperangan darat berkepanjangan di wilayah ini.

“Lebih jauh lagi, bagi Hizbullah, memerangi pasukan Israel di lapangan menawarkan kesempatan untuk semakin memperkuat citranya sebagai kelompok perlawanan di antara masyarakat Arab. Citra ini sempat terkikis karena keterlibatannya dalam perang saudara Suriah,” tambah Jaber.

Konfrontasi terbuka dan panjang dengan Israel akan mengubah posisi Hizbullah sebagai faksi perlawanan terkemuka di dunia Arab, memperkuat citranya sebagai pembela setia kepentingan Palestina dan Arab. Posisi baru ini kemungkinan akan meningkatkan pengaruhnya di seluruh wilayah dan dapat memperkuat kemampuannya untuk merekrut relawan dan mendapatkan dukungan dari komunitas Arab dan Muslim.

Israel kemungkinan akan mencoba menghindari terlibat dalam konfrontasi terbuka berkepanjangan yang mengharuskan pengerahan kembali pasukannya jauh di seberang perbatasan ke Lebanon. Kehilangan personel yang besar dapat menyebabkan tekanan meningkat pada pemerintah Israel untuk menarik diri, yang memberi Hizbullah kemenangan.

Strategi Israel saat ini yang melakukan pemboman besar-besaran untuk memaksa Hizbullah menerima gencatan senjata dengan syarat-syarat tertentu juga ada batasnya. Pemerintah AS memang saat ini dengan mudah mengisi kembali persediaan senjata dan amunisi Israel yang menipis, namun untuk itu membutuhkan biaya yang terus meningkat.

Di sisi lain, bagi Hizbullah dan gerakan perlawanan lainnya, ini pada dasarnya adalah perang yang melelahkan yang akan terus berlanjut, bahkan jika Israel berhasil mencapai beberapa keberhasilan awal. Meskipun Hizbullah telah menghadapi kerugian besar selama dua minggu terakhir, mereka masih memiliki potensi untuk mendeklarasikan kemenangan lain atas Israel. 

Mirip dengan Hamas di Gaza, bertahan hidup saja dapat dianggap sebagai keberhasilan. Ini mungkin perhitungan yang dilakukan di Beirut, serta oleh para pendukung strategisnya di Teheran.

Pada akhirnya, upaya Israel untuk menciptakan keretakan dalam poros perlawanan mungkin memiliki efek sebaliknya. Sejarah terkini menunjukkan bahwa alih-alih menyebabkan perpecahan, eskalasi operasi Israel justru memperkuat dukungan publik terhadap perlawanan sekaligus memperkuat persatuan di antara para anggotanya di Lebanon, Palestina, dan sekitarnya.