Market

Investasi Mangkrak, Bauran Masalah Klasik dan Global

investasi global

Pemerintah getol merayu investor asing termasuk miliarder dunia Elon Musk untuk berinvestasi di Tanah Air. Namun, tampaknya kendala-kendala yang menghambat investasi masih belum terselesaikan. Terlihat dari masih tingginya angka investasi yang mangkrak. Ditambah lagi persoalan eksternal yakni kondisi geopolitik dan ekonomi global.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada pekan pertama Juli 2022 sempat menyebut nilai investasi mangkrak atau yang belum terselesaikan di Indonesia menembus Rp1.300 triliun. Tapi, kini katanya investasi mangkrak sudah jauh berkurang.

BKPM telah merealisasikan investasi mangkrak itu hingga Rp708 triliun kemudian berhasil lagi menguranginya menjadi Rp558,7 triliun atau 78,9 persen. “Itu artinya, tersisa Rp149,3 triliun atau 21,1 persen investasi yang masih mangkrak. Mungkin sisanya sudah berat kita selesaikan karena pengusahanya di era COVID itu sudah mati hidup mati hidup juga,” kata Bahlil, dalam keterangan persnya, Rabu (20/7/2022).

Pihak perusahaan masih berkomitmen untuk merealisasikan investasinya namun Bahlil tidak bisa memberikan kepastian kapan investasi mangkrak tersebut bisa diselesaikan lantaran menurut dia, anggaran dana investasi hanya diketahui oleh para investor. “Kalau ditanya tahun ini selesai yang sisanya, aku nggak bisa memberikan kepastian itu. Sudah hebat dong 78,9 persen sudah terealisasi. Udah paten itu,” ujar dia.

Ini juga tidak lepas dari peran Satgas Percepatan Investasi yang dibentuk pemerintah telah melakukan serangkaian strategi guna mempercepat eksekusi investasi mangkrak.

Masalah Klasik Investasi

Persoalan investasi mangkrak ini meskipun katanya jumlahnya sudah jauh berkurang, namun patut menjadi perhatian. Dalam beberapa diskusi dan pendapat para pengusaha, rata-rata keluhan dari mangkraknya investasi ini masih sama alias masalah klasik.

Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani menilai banyaknya investasi yang mangkrak di Indonesia terjadi akibat tiga hal, yakni regulasi, pendanaan, dan masalah sengketa. “Penyebabnya bisa karena perizinan atau regulasi, masalah dengan keuangan, atau ada dispute atau sengketa,” ujar Hariyadi.

Sengketa yang kerap terjadi bukan hanya masalah lahan, termasuk juga perselisihan bersama partner bisnis. Untuk persoalan di internal biasanya bisa diselesaikan dengan sesama investor. Tapi, yang sering terjadi adalah perselisihan dengan pemerintah terutama dalam hal perizinan.

Misalnya pemerintah di tingkat pusat telah menjanjikan memberikan kemudahan perizinan namun dalam pelaksanaanya sering terjadi tumpang tindih perizinan di daerah hingga lahan yang tak sesuai peruntukkan. Ada juga tangan-tangan mafia tanah menjadi kendala langkah pemerintah untuk mengeksekusi investasi mangkrak di Tanah Air.

Menteri Investasi Bahlil sebelumnya mengakui setidaknya ada empat faktor yang memicu mangkraknya investasi. Faktor tersebut adalah masalah perjanjian kontrak produksi, sengketa batas lahan perusahaan, perbedaan asumsi mengenai konsesi aset pemerintah dan aspek regulasi.

Kondisi Global

Ada hal lain yang menyebabkan investasi mangkrak. Di antaranya, yaitu safe haven yang berubah secara global. Sejak pandemi dan sampai hari ini, masih terjadi capital outflow atau dana yang kabur keluar negeri. Bank Indonesia mencatat aliran modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik mencapai US$2 miliar memasuki triwulan III-2022 hingga 19 Juli 2022. Padahal sebelumnya investasi portofolio pada triwulan II-2022 telah mencatat aliran modal asing masuk bersih sebesar US$200 juta.

Jika sebelumnya, investasi lari ke negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai safe haven kini balik lagi ke negara-negara barat terutama Amerika Serikat. Apalagi dunia juga harus menghadapi tantangan serius lonjakan inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Faktor lain yang juga menjadi tantangan investasi adalah situasai geopolitik yang menimbulkan ketidakpastian. Investor menjadi ragu dan banyak yang memutuskan untuk menahan dananya atau bahkan mundur dari rencana investasinya. Faktor ketidakpastian ini masih akan berlangsung lama karena perang Rusia dan Ukraina tampaknya belum akan berhenti dalam waktu dekat.

Sebenarnya regulasi investasi sudah lebih baik. Dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha hingga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Demikian pula Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2021 yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang mengatur mengenai penguatan sistem izin usaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS).

Dalam aturan baru ini, Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) izin usaha berbasis risiko dalam OSS merupakan acuan tunggal bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha. Sehingga seharusnya tidak ada lagi acuan-acuan lain dalam implementasi proses perizinan berusaha.

Dengan penyempurnaan regulasi ini, sudah semestinya jika masalah-masalah klasik dalam investasi yang sudah ada sejak dulu tidak terjadi lagi saat ini. Sebaiknya pemerintah fokus pada apa yang bisa dikontrol dengan melakukan pembenahan sendiri sebelum jor-joran merayu investor untuk masuk ke Tanah Air. Tentunya sambil menunggu situasi eksternal ekonomi dunia dan geopolitik membaik.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button