Market

Tidak Jalankan Aturan Tarif Premium, BPK Sebut Potensi Tekor PLN Rp5,69 Triliun


Dalam laporan BPK semester I-2023, menyebut adanya potensi kehilangan pendapatan Rp5,69 triliun dari PT PLN (Persero). Akibat belum menerapkan tarif layanan khusus (L), sesuai Peraturan Menteri ESDM untuk pelanggan premium. Mereka masih menerapkan tarif reguler.

Ekonom dari Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, mengatakan, temuan BPK itu merupakan sinyal bahwa tata kelola di PLN, tergolong buruk. Pengenaan tarif yang tidak sesuai peraturan, diduga terjadi karena adanya kesepakatan gelap antara oknum PLN dengan kalangan industri.

“Utamanya industri skala besar. Ada keistimewaan bagi kelompok pengusaha yang memiliki akses kepada direksi PLN, termasuk komisaris untuk melobi harga listrik sesuai keinginan,” kata Matnur, sapaan akrabnya, dikutip Selasa (26/12/2023).

“Cara mainnya gampang, bicara dengan oknum (PLN) bersama dengan direksi dan CEO swasta. Daripada membayar mahal, lebih baik bayar oknum itu saja. Itu kan suatu hal yang masuk korupsi. Padahal industri ini sebenarnya mampu bayar, apalagi pas pandemi banyak insentif dari pemerintah,” imbuh Matnur.

Selanjutnya dia merujuk keterlibatan direksi termasuk komisaris industri setrum pelat merah itu, berdasar keterangan PLN yang menyebutkan aturan pengenaan tarif layanan premium, bakal diterapkan secara bertahap. Padahal, aturannya sudah jelas berlaku sejak 2016.

Kata Matnur, jika yang dominan konsumennya adalah korporasi, maka ada keuntungan bagi segelintir korporasi yang mengecap pemberlakuan aturan tarif sesuai Permen ESDM 2016 itu.

“Apakah direksi PLN mengerti mengenai soal aturan atau dengan seenaknya saja melakukan diskriminasi. Kalau ini bertahap, pertanyaannya siapa yang duluan, siapa yang belakangan. Nah proses seperti ini memantik rent seeking dan juga perilaku korupsi,” kata Matnur.

Informasi saja, layanan listrik premium adalah program PLN dengan tarif berbeda yang ditujukan untuk kalangan industri hingga rumah tangga yang punya keunggulan pasokan listrik berasal lebih dari satu sumber. Sehingga diklaim tidak ada pemadaman bagi pelanggan premium saat ada gangguan di jalur utama.

Adapun tarif layanan premium diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 28/2016 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh PLN. Dalam beleid itu, hanya ada diksi tarif layanan khusus yang mengarah pada tarif premium, yakni sebesar Rp1.650/kWh untuk setiap tingkatan tegangan.

Adanya ketidaksesuaian aturan dalam pengenaan tarif ini, diperkuat dengan laporan penjualan PLN pada 2021. Di mana, penjualan dari pelanggan premium non subsidi, tidak seluruhnya dilaporkan sebagai penjualan tarif L.

Dalam hal ini, hanya ada penyambungan sementara dari pelanggan premium yang jumlahnya 21.782 pelanggan, disajikan sebagai penjualan tarif L sebesar lebih dari Rp80,8 juta. Sedangkan sisanya tersebar di sembilan golongan tarif lainnya. Padahal, nilai pendapatan sebesar Rp22,1 triliun lebih. 
 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button