Hangout

Ironi di Negeri Tropis, Anak-anak Kekurangan Vitamin D

Sebagai negara yang berada di iklim tropis, Indonesia tak akan kekurangan sinar matahari sepanjang tahun. Sinar matahari menjadi sumber utama untuk vitamin D. Meski demikian, ternyata tidak sedikit anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin D.

Menarik mencermati pernyataan Profesor Ilmu Kesehatan Anak, Aman Bhakti Pulungan di akun Instagram-nya @amanpulungan. Ia menyebut, satu dari tiga anak usia SD di Jakarta diketahui kekurangan vitamin D. Salah satu faktor yang paling memengaruhi kadar vitamin D pada anak-anak adalah lamanya paparan sinar matahari.

Tingginya kasus defisiensi vitamin D terjadi pada anak-anak di negara-negara tropis yang kaya sinar matahari merupakan sebuah ironi. Padahal, seperti kita ketahui, sinar ultraviolet pada cahaya matahari merupakan sumber utama vitamin D.

Di beberapa negara lain yang juga beriklim sama, seperti Malaysia, Qatar, India, dan negara-negara di Afrika telah mempublikasikan sejumlah penelitian yang menunjukkan adanya kecenderungan meningkatnya defisiensi vitamin D para warganya. Artinya, memang gaya hidup orang-orang tropis sepertinya sudah tidak sehat dan kurang memaksimalkan kondisi alam untuk kesehatan tubuh.

Dian Caturini Sulistyoningrum, dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gajah Mada (UGM), pernah melakukan riset dengan sampel anak-anak berusia 15-18 tahun di 10 sekolah di Yogyakarta. Hampir semua anak yang jadi sampelnya mengalami defisiensi vitamin D.

“Kadar vitamin D dalam darah para remaja tersebut hanya berada di angka rata-rata 15 ng/dL. Sedangkan kadar vitamin D dalam darah sesuai standar seharusnya berada di kisaran 20 ng/dL,” tulis pihak UGM dalam rilisan terkait riset Dian.

Nutrisi Ajaib

Vitamin D disebut sebagai nutrisi ajaib. Manfaatnya di antaranya adalah memperkuat tulang dan menyerap kalsium. Vitamin D juga diketahui memiliki sejumlah fungsi penting bagi tubuh, seperti menjaga kesehatan otot, dan jantung, menjaga sistem imun tubuh, mengurangi risiko diabetes melitus, mengurangi risiko kanker, membantu regulasi inflamasi, serta menjaga kadar kalsium dalam tubuh.

Banyak orang menyebut vitamin D sebagai ‘vitamin sinar matahari’. Ketika sinar ultraviolet B matahari mengenai Anda, akan mengubah bahan kimia di kulit menjadi vitamin D3, menurut Harvard Health Publishing.

Kadar vitamin D dalam tubuh dapat dikatakan normal jika banyak paparan sinar matahari yang diterima tubuh adalah sebanyak 400 IU. Jika seseorang berpotensi untuk mengalami defisiensi, maka untuk usia nol hingga satu tahun harus mendapatkan asupan vitamin D sebanyak 400 IU. Sedangkan untuk usia di atas satu tahun harus mendapatkan asupan vitamin D sebesar 600 IU per hari untuk mengoptimalkan kesehatan tulang dan fungsi otot.

Para ahli menyarankan sekitar 5 hingga 30 menit paparan sinar matahari setiap hari. Terutama antara pukul 10.00 dan 16.00, atau setidaknya dua kali seminggu, pada lengan, wajah, kaki, dan tangan. Tentunya tanpa tabir surya sehingga bisa menghasilkan jumlah vitamin D yang cukup.

Tetapi perlu dihindari juga terlalu banyak paparan sinar matahari, yang meningkatkan peluang Anda terkena kanker kulit dan kerutan.

Takut Kepanasan

Defisiensi vitamin D bisa dipicu oleh sejumlah hal, yakni kebiasaan untuk menghindari sinar matahari, melakukan banyak kegiatan di dalam ruangan, dan polusi udara. Saat ini, anak-anak lebih banyak melakukan aktifitas di dalam ruangan, seperti bermain basket, futsal atau olahraga lainnya.

Bahkan seringkali orang tua malah melarang aktifitas di luar ruangan seperti bermain bola di lapangan terbuka, di jalanan atau sekadar main layangan. Terutama di kota-kota besar. Kebiasaan-kebiasaan tersebut mampu mengurangi proses pembuatan vitamin D pada kulit. Hal ini menyebabkan diperlukannya tambahan asupan vitamin D pada tubuh yang didapatkan dari makanan ataupun suplemen.

Dalam unggahan tersebut, Profesor Aman juga menyampaikan bahwa kadar vitamin D pada tubuh anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lainnya. Misalnya indeks massa tubuh dan penggunaan tabir surya (sunscreen). Yang juga berpengaruh adalah cara berpakaian orang Asia yang cenderung tertutup sehingga dapat mengurangi paparan sinar matahari dan mengurangi produksi vitamin D oleh kulit.

Adapun faktor risiko defisiensi vitamin D lainnya adalah obesitas dan penggunaan obat-obatan tertentu.

Untuk mengatasi defisiensi vitamin D pada anak, orang tua dapat memberikan vitamin D dalam dosis tinggi, yang sesuai dengan anjuran dokter. Untuk usia nol hingga satu tahun diberikan vitamin D 2000 IU per hari atau 50.000 IU per minggu selama 6 minggu. Hal ini ditujukan untuk mencapai kadar vitamin D di atas 30 ng/ml.

Selanjutnya, anak-anak tersebut dapat diberikan vitamin D dengan dosis 400-1000 IU per hari. Usia 1-18 tahun diberikan vitamin D 4000 IU per hari atau 50.000 IU per minggu selama 6 minggu, guna mencapai kadar vitamin D di atas 30 ng/ml. Untuk selanjutnya, diberikan dengan dosis 600-1000 IU per hari.

Belum ada gerakan serius dari Pemerintah untuk mencukupi kebutuhan vitamin D terhadap anak-anak dan dewasa. Padahal insufisiensi (tidak cukup) dan defisiensi (kekurangan) asupan vitamin D merupakan faktor risiko terjadinya kelainan tulang. Selain itu, meningkatkan kemungkinan anak mengalami osteopenia atau osteoporosis dini.

Terjadinya defisiensi vitamin D juga dapat menyebabkan terjadinya rekurensi penyakit infeksi, kelainan yang berkaitan dengan imunitas ataupun terjadinya suatu keganasan. Tak sekadar vitamin, vitamin D juga bertindak sebagai hormon yang berperan penting dalam penyerapan kalsium di usus.

Solusi untuk memenuhi kebutuhan vitamin D sesuai rekomendasi ahli kesehatan sebenarnya cukup sederhana, yakni berjemur. Sangat mudah dan murah dibanding Anda harus membeli sumplemen vitamin D yang harganya lumayan menguras kantong.

Berjemur di bawah sinar matahari akan mengisi setidaknya 90 persen kebutuhan vitamin D. Sisanya bisa diperoleh dari konsumsi ikan, telur, dan susu. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button