Israel Bersiap Bangun Tembok Pemisah Baru di Tepi Barat Bagian Tengah


Pasukan Israel sedang mempersiapkan lahan di wilayah tengah Tepi Barat untuk membangun tembok pemisah. Ini merupakan bagian dari rencana lanjutan guna memperluas permukiman ilegal.

Buldoser meratakan tanaman di Kota Sinjil di Tepi Barat tengah. Rencananya tembok yang dibangun dimaksudkan untuk menghalangi akses pemilik tanah ke kebun mereka dan menyita sekitar 8.000 dunam (sekitar 800 hektar) tanah.

Keputusan untuk mendirikan tembok itu diambil delapan bulan lalu sebagai bagian dari rencana pemerintah sayap kanan Israel untuk mengisolasi tanah Palestina dari Jalan Raya 60, jalan antarkota Selatan-Utara yang melintasi Tepi Barat dan membentang dari Beersheba hingga Nazareth.

Berbicara kepada layanan berbahasa Arab, Al-Araby Al-Jadeed, Wali Kota Sinjil Moataz Tawafsha mengatakan tembok itu akan memiliki panjang 1.500 meter dan tinggi empat meter, yang akan memutus akses bagi petani Palestina dan tanah mereka. “Selama ini penghidupan sekitar 200 keluarga bergantung pada pohon zaitun dan buah-buahan di kebun-kebun ini,” kata Tawafsha.

Para pemilik tanah mengajukan gugatan ke pengadilan terkait masalah ini. Namun gugatan mereka ditolak setelah diberi tahu bahwa rencana pembangunan tembok pemisah tidak dapat diajukan banding dan akan terus berlanjut sesuai rencana di lahan pertanian di Area C. Kini sudah ada lima pemukiman Israel dan satu pusat militer Israel berada di sekitar Sinjil.

Perjanjian Oslo 1993 membagi Tepi Barat menjadi wilayah A, B, dan C. Palestina memiliki pemerintahan sendiri yang terbatas di wilayah A dan B, sedangkan Israel sepenuhnya mengendalikan Wilayah C, yang mencakup lebih dari 60% wilayah Tepi Barat.

Israel telah membangun tembok pemisah besar di sepanjang batas Garis Hijau antara Israel dan Tepi Barat serta di dalam beberapa bagian wilayah yang diduduki. Israel mulai membangun tembok tersebut selama Intifada Kedua pada tahun 2000.

Pihak yang menentang tembok tersebut berpendapat bahwa penghalang tersebut telah memaksakan segregasi ras dan agama, serta terciptanya kelompok Palestina yang terputus dari layanan dasar. Warga Palestina menyebutnya tembok apartheid, yang menghalangi mereka mengakses satu kota atau desa dari yang lain, sementara pemukiman Israel terus dibangun.

Permukiman Tepi Barat dianggap ilegal oleh sebagian besar masyarakat internasional, melanggar Konvensi Jenewa Keempat yang secara tegas melarang kekuatan pendudukan memindahkan penduduk sipil ke wilayah yang diduduki. Namun, pemerintah Israel secara aktif mendorong pembangunan permukiman dan  menganggap pos-pos permukiman yang dibangun tanpa persetujuannya sebagai ilegal.

Lebih dari 600.000 pemukim Israel hadir di Tepi Barat, di antara populasi Palestina yang berjumlah sekitar tiga juta. Wilayah yang diduduki telah menyaksikan lonjakan besar dalam serangan militer Israel. Serangan pemukim selama setahun terakhir menyebabkan ratusan warga Palestina terbunuh dan terluka serta lebih dari 10.000 orang ditahan.