Israel dan kelompok Hizbullah saling menyalahkan soal melanggar perjanjian gencatan senjata yang berlaku sejak 27 November lalu.
Keduanya kembali terlibat saling serang di perbatasan Israel dengan Lebanon selatan, markas Hizbullah meski kedua belah pihak masih menerapkan gencatan senjata.
Sedikitnya sembilan orang tewas dan tiga lainnya terluka pada Senin (2/12/2024) akibat serangan Israel di dua kota di Lebanon Selatan, yaitu Talousa dan Haris. Militer Israel mengeklaim telah menyerang puluhan target milik Hizbullah di seluruh Lebanon.
Tel Aviv beralasan penyerangan itu berlangsung demi mempertahankan diri lantaran Hizbullah yang lebih dulu melancarkan serangan kala gencatan senjata berjalan.
Israel menuduh milisi Hizbullah masih bermunculan di zona selatan perbatasan dengan Lebanon. Hal itu dinilai Tel Aviv melanggar perjanjian gencatan senjata.
Sebelumnya pada Senin, otoritas Lebanon melaporkan dua orang tewas lainnya akibat serangan yang sama dari Israel. Korban tewas itu termasuk seorang anggota keamanan Lebanon yang tewas saat bertugas. Dengan begitu, jumlah korban tewas pada hari itu mencapai 11 orang.
Serangan terbaru Israel terjadi tak lama setelah Hizbullah menuduh Israel melanggar perjanjian gencatan senjata. Sebagai tanggapan, Hizbullah meluncurkan roket ke posisi militer Israel di wilayah sengketa Peternakan Shebaa, yang mereka sebut sebagai ‘serangan peringatan defensif’.
Warga Beirut juga melaporkan kepada Reuters bahwa mereka mendengar suara drone terbang rendah di atas kota pada larut malam.
Pertukaran serangan ini semakin mengancam posisi gencatan senjata yang ditengahi oleh AS.
Gencatan senjata tersebut melarang Israel melakukan operasi militer ofensif di Lebanon, sementara Lebanon diharuskan mencegah kelompok bersenjata, termasuk Hizbullah, menyerang Israel.
Militer Israel melaporkan tidak ada korban akibat dua peluncuran roket Hizbullah, tetapi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berjanji akan memberikan respons ‘kuat’.
Hizbullah menyatakan serangan roket mereka, yang merupakan operasi pertama yang diumumkan sejak gencatan senjata berlaku pada Rabu pekan lalu, adalah balasan atas pelanggaran gencatan senjata yang berulang kali dilakukan oleh Israel.
Ketua parlemen Lebanon Nabih Berri yang merupakan sekutu Hizbullah dan menjadi negosiator gencatan senjata dari pihak Lebanon, mengatakan bahwa Beirut telah mencatat setidaknya 54 pelanggaran gencatan senjata oleh Israel sejak Rabu.
Hal itu bahkan diakui oleh Prancis, sekutu Israel sendiri. Prancis menuduh Israel melanggar perjanjian gencatan senjata dengan milisi Hizbullah sebanyak 52 kali sejak 27 November.
Media Israel, Ynet News, melaporkan negara Eropa itu mencatat salah satu pelanggaran militer Tel Aviv terbaru adalah serangan pada Sabtu lalu yang menewaskan tiga warga sipil Lebanon.
“Orang-orang Lebanon berkomitmen penuh untuk menjaga gencatan senjata dan mencegah Hizbullah membangun kembali kehadirannya di Lebanon selatan, tetapi mereka perlu diberi waktu untuk membuktikan diri,” kata seorang pejabat Prancis.
Pejabat itu menilai Israel bertindak tanpa berkonsultasi dengan komite internasional soal serangan tersebut. Komite internasional tersebut dibentuk untuk memantau kepatuhan kedua belah pihak terhadap perjanjian gencatan senjata.
Di sisi lain, pejabat Israel membela tindakan mereka dengan menyatakan bahwa komite pemantau internasional belum bisa sepenuhnya beroperasi untuk memantau keadaan di lapangan setidaknya sampai awal pekan ini.