Pasukan pendudukan Israel telah menculik sedikitnya 98 jurnalis Palestina sejak dimulainya perang Israel di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023. Hingga saat ini 52 jurnalis masih berada di penjara dan pusat penahanan Israel di seluruh wilayah Palestina yang diduduki.
Masyarakat Tahanan Palestina (PPS) dalam sebuah pernyataannya mengungkapkan, di antara mereka yang ditahan, 15 wartawan, termasuk enam wanita. Mereka ditahan di bawah penahanan administratif sehingga otoritas Israel dapat memperpanjang penahanan tanpa batas waktu tanpa dakwaan atau pengadilan, menurut pernyataan tersebut.
Organisasi tersebut juga menyoroti bahwa jurnalis Nidal al-Wahidi dan Haitham Abdelwahid dari Gaza telah menjadi korban penghilangan paksa, tanpa ada informasi yang tersedia tentang keberadaan atau kondisi mereka.
Dalam pernyataan terkait, Komite Perlindungan Jurnalis mengatakan pendudukan Israel menekan kebebasan media dengan menahan jurnalis Palestina. Pernyataan tersebut menyoroti bahwa perang Israel di Gaza telah menjadi perang paling berdarah bagi jurnalis sejak Komite mulai melacak kematian jurnalis di seluruh dunia pada tahun 1992.
“Sejak 7 Oktober, Israel telah menangkap wartawan Palestina dalam jumlah yang sangat banyak dan menggunakan penahanan administratif untuk mengurung mereka di balik jeruji besi, sehingga merampas bukan hanya informasi yang sangat dibutuhkan wilayah tersebut, tetapi juga suara warga Palestina mengenai konflik tersebut,” demikian pernyataan Komite tersebut.
Para pakar PBB sebelumnya telah menyatakan kekhawatiran atas jumlah jurnalis dan pekerja media yang sangat tinggi yang telah terbunuh, diserang, terluka, dan ditahan di Wilayah Palestina yang diduduki Israel. Sejak 7 Oktober, Israel telah membunuh sedikitnya 170 wartawan di Jalur Gaza dalam upaya menyembunyikan siaran pembantaian terhadap rakyat Palestina di hadapan dunia.
Pembatasan kebebasan pers di bawah pendudukan Israel dan genosida di Gaza telah menjadi fenomena yang berkelanjutan sejak 7 Oktober. Pendudukan telah membatasi dan menekan liputan media dan berita melalui pemblokiran internet, memberlakukan sensor militer terhadap jurnalis lokal dan internasional, melarang wartawan internasional memasuki Gaza, dan melarang fasilitas media karena alasan keamanan nasional.
Penargetan Jurnalis yang Disengaja
Sebelumnya dalam sebuah surat pertengahan Agustus lalu yang ditandatangani oleh 113 jurnalis, tujuh organisasi kebebasan pers, dan 20 media berita mengungkapkan, penargetan jurnalis yang disengaja mengikuti pola lama pemerintah Israel untuk menekan pelaporan yang jujur tentang perlakuannya terhadap warga Palestina dan perangnya di Gaza.
Isi surat itu menekankan bahwa menargetkan jurnalis merupakan kejahatan perang berdasarkan hukum internasional, mengingatkan AS akan hukumnya yang melarang membantu pasukan asing yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, dan menyinggung catatan pembunuhan jurnalis oleh Israel.
Sementara laporan yang dirilis oleh Federasi Jurnalis Internasional, mengungkapkan, wartawan yang meliput genosida di Gaza meninggal pada tingkat yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan profesi lain. Laporan tersebut juga menemukan bahwa 12% jurnalis Gaza telah terbunuh, yang menghubungkan tingkat kematian profesional media luar biasa tinggi dengan penargetan Israel.