Israel Perluas Teknologi Distopia di Tepi Barat, Mampu Menembak dari Jarak Jauh


Tentara Israel tengah bersiap menyebarkan sistem keamanan teknologi distopia di Tepi Barat yang diduduki. Sistem ini mencakup menara pengawas dan mekanisme yang mampu menembakkan peluru tajam dari jarak jauh.

Kalangan militer dan politik Israel khawatir wilayah tersebut akan berubah menjadi medan perang utama. Radio Angkatan Darat Israel mengatakan minggu lalu bahwa ‘tentara baru-baru’ ini mulai melengkapi dirinya dengan puluhan sistem teknologi untuk ditempatkan di pintu masuk permukiman dan titik-titik penting dengan dalih apa yang disebutnya mencegah infiltrasi.

Sistem ini mencakup menara pengawas dan mekanisme yang akan menembakkan amunisi langsung dari jarak jauh tanpa mempertimbangkan keselamatan warga Palestina jika terjadi kesalahan teknologi.

Terungkapnya upaya ini bersamaan dengan berlanjutnya serangan sistematis tentara Israel terhadap kota-kota Palestina di Tepi Barat yang diduduki, di samping serangan pemukim Israel yang tiada henti.

Hal ini juga terjadi menyusul pernyataan resmi Israel yang menyerukan pencaplokan Tepi Barat yang diduduki dan perluasan pemukiman ilegal di sana, selain seruan untuk memperlakukan wilayah tersebut ‘seperti Jalur Gaza’.

Mengencangkan Sekrup

Aktivis anti-permukiman Bashar Qaryouti mengatakan kepada The New Arab (TNA) bahwa Israel berupaya dengan segala cara untuk “menegakkan aturan” di Tepi Barat dengan menempatkan gerbang di pintu masuk desa-desa Palestina dan memasang kamera pengintai yang beroperasi melalui laser. Mereka juga terus memotret kota-kota tersebut dengan pesawat tanpa awak.

Tentara Israel berupaya memantau semua pergerakan warga Palestina dan mencari tahu informasi apa pun melalui perangkat teknologi. Dengan cara ini, rincian orang yang datang ke pos pemeriksaan diketahui dari jarak jauh. Ini jelas memperparah kebingungan dan ketegangan bagi masyarakat di wilayah pendudukan.

“Memasang perangkat pengawasan bukanlah hal baru. Sebagian besar persimpangan jalan dipasangi kamera yang memungkinkan tentara Israel mengetahui semua informasi untuk memantau kami,” tambahnya. 

“Sistem keamanan ini, yang diandalkan oleh pendudukan Israel, dapat menyebabkan cacat dalam mengidentifikasi target dan tindakan pengamanan diambil terhadap seseorang yang bukan target. Akibatnya ini seperti menciptakan keadaan teror di antara warga Palestina.”

Untuk Menghindari Tuntutan Hukum

Sistem tersebut, yang disebut “Roeh-Yoreh” (lihat dan tembak), merupakan sistem senjata canggih yang dikembangkan Rafael Combat Systems, terdiri dari sebuah menara dengan pengawasan canggih dan sistem penembakan mematikan yang dikendalikan dari jarak jauh dari pusat komando.

Sejak memasuki gudang senjata Israel pada 2008, sistem ini telah digunakan secara eksklusif di Jalur Gaza. Alat ini ditempatkan di sepanjang pagar keamanan di sebelah timur Jalur Gaza, dan dioperasikan untuk menargetkan warga Palestina yang mendekati pagar keamanan.

Menurut tentara Israel, Unit Pengintaian ke-636 dari Divisi Tepi Barat akan mengoperasikan sistem di sana dalam konteks ketakutan Israel terhadap eskalasi keamanan di wilayah tersebut, termasuk kemungkinan melaksanakan operasi bersenjata skala besar di permukiman.

Seorang pakar urusan Israel, Suleiman Bisharat, mengatakan kepada TNA bahwa penggunaan teknologi mematikan oleh Israel merupakan ekspresi bahwa konsep kehidupan di bawah pendudukan Israel tidak berhenti kecuali saat kematian terjadi pada semua yang non-Israel atau non-Yahudi.

Menurut analisisnya, Israel, sebagai negara pendudukan, telah menyadari adanya kelemahan pada unsur manusiawi anggota pasukannya dan keterampilan mereka. Ini mungkin akibat dari fakta bahwa tidak ada lagi keyakinan yang nyata dan kuat dalam hal dimensi ideologis dari apa yang dilakukan tentara Israel.

“Oleh karena itu, ada pencarian alat yang mendukung komponen manusia. Kita melihat ini selama perang di Jalur Gaza, bagaimana Israel mengandalkan program dan teknologi kecerdasan buatan di banyak tempat karena tidak lagi mempercayai prajurit sebagai manusia, khususnya kemampuan mereka untuk melindungi diri sendiri atau negara,” katanya.

Israel mengalami konflik antara konsep hak, prinsip, dan nilai dengan praktik di lapangan dalam semua pelanggaran yang dilakukannya. Karena alasan ini, Israel selalu mencari alat mematikan melalui teknologi untuk melindungi dirinya dan melindungi prajuritnya dari tuntutan hukum, yang telah menjadi salah satu dilema dasar tentara Israel di pengadilan internasional.

“Fokus Israel dalam menciptakan semua sarana teknologi yang berdasarkan pada prinsip membunuh merupakan cerminan dari mentalitas yang telah mulai menyebar luas dan meluas. Israel telah berubah menjadi negara fasisme yang dipraktikkan oleh tentaranya terhadap warga Palestina yang tidak memiliki satu pun alat pertahanan diri paling sederhana,” pungkasnya.