News

Isu Radikal dan Semacamnya Tak Laku Lagi Dijual di Pilpres 2024

Pengamat politik senior Siti Zuhro menilai, isu dikotomis seperti radikal, non-radikal, dan semacamnya tak bakal lagi laku pada Pemilu 2024 karena situasi politik sekarang jauh lebih cair dan terbuka.

Menurut analisis Siti, jika dibandingkan Pemilu 2019, saat ini situasi jauh lebih cair dan terbuka. Pada pemilu sebelumnya masyarakat terdikotomi. Label radikal, nonradikal, dan intoleran cukup kental mewarnai pesta demokrasi.

“Hal-hal seperti itu tidak perlu dan tidak laku lagi dijual pada Pilpres 2024,”kata Siti di Jakarta, Minggu (19/6/2022).

Peneliti politik senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)  itu memperkirakan dalam menyongsong Pilpres 2024 masyarakat tidak akan berpandangan kelompok tertentu lebih religius, nasionalis, dan lain sebagainya.

Kendati demikian, khusus pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Siti memberikan pandangan tersendiri.

Menurut dia, pertemuan Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menunjukkan perlunya sinergi dalam menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. “Dari pertemuan tersebut menunjukkan politik ini sangat inklusif dan terbuka,” ucap Siti.

Menurut dia, dengan kata lain, tak ada satu pihak yang bisa mengatakan atau mengklaim dirinya digdaya sehingga koalisi beberapa partai politik diharuskan dalam menghadapi Pilpres 2024.

Meskipun basis massa Nahdlatul Ulama (NU) di Tanah Air tergolong kuat, menurut Siti, berdasarkan fatwa PBNU, belum tentu rekomendasinya tertuju pada PKB pada Pilpres 2024.

Lebih jauh Siti melihat saat ini saling ketergantungan tersebut begitu menonjol. Artinya, tidak tidak ada pihak yang bisa mengatakan seolah-olah hanya orang tertentu yang bisa jadi arsitek atau mendominasi perpolitikan Indonesia.

“Ini sangat bagus karena pemilu akan mengedepankan sisi-sisi positif dan itu yang kita harapkan,” tutur Siti.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button