News

Jabatan Kades Jadi 9 Tahun, Tak Normal

Wacana merevisi UU Desa untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 menjadi 9 tahun dianggap tak normal. Sebab tak ada alasan kuat memperpanjang masa jabatan kades.

Pengamat politik Siti Zuhro menyebutkan, perpanjangan masa jabatan kades bisa menimbulkan ketidakpastian sistem demokrasi. Argumentasi masa jabatan 6 tahun kades dalam satu periode tak cukup mengatasi persoalan desa dianggap tidak rasional.

Mungkin anda suka

“Argumen yang mengatakan bahwa 6 tahun tidak cukup untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul pasca pemilu tidak rasional. Normalnya periodesasi jabatan kekuasaan itu 4-5 tahun. Bila 6 tahun dinilai tidak cukup oleh para kepala desa, asumsi tersebut perlu dipertanyakan karena harusnya dikaitkan dengan efektivitas dan efisiensi,” kata Siti, kepada Inilah.com, di Jakarta, Minggu (22/1/2023).

Profesor Riset BRIN melanjutkan, seharusnya para kades berpikir kreatif dan inovatif memetakan, merencanakan serta membuat peta jalan sekaligus mengeksekusi program secara terukur. Artinya apabila seseorang maju dalam pilkades harus siap menjalankan amanat dalam periode pertama untuk membangun desa, bukan mengeluhkan masa jabatan.

“Asumsinya ketika seseorang mencalonkan diri dalam pilkades, maka yang bersangkutan sudah siap menjadi kepala desa. Sehingga setelah dilantik, mereka tinggal tancap gas untuk mengimplementasikan program-program yang dijanjikan,” ujarnya.

Dia mencurigai aspirasi langsung yang dilakukan ratusan kades dengan menggelar aksi di DPR belum lama ini hanya berupaya mempertahankan jabatan. Bukan dilandasi semangat membangun desa.

“Kepala desa tidak boleh berdalih, mencari-cari alasan untuk memperpanjang masa jabatannya dan menuntutnya ditambah menjadi 9 tahun dan bisa mencalonkan lagi untuk periode kedua dan ketiga kalinya. Pendekatan power culture seperti ini nuansanya untuk maintaining status quo saja,” ujarnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button