Market

Jaga Rupiah, BI Wajib Hadir di Pasar dengan Intervensi Rangkap Tiga

Ekonom meminta Bank Indonesia (BI) untuk selalu hadir di pasar agar nilai tukar rupiah tidak melemah lebih jauh dalam jangka pendek. Kehadiran bank sentral tersebut dapat dilakukan melalui intervensi rangkap tiga alias triple intervention.

Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata memperkirakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada dalam rentang 15.575-15.675. “Ke depannya, dalam jangka pendek ini, BI (Bank Indonesia) akan selalu berada di pasar dalam rangka melakukan langkah-langkah stabilisasi rupiah,” katanya kepada Inilah.com di Jakarta, Senin (24/10/2022).

Transaksi nilai tukar (kurs) rupiah antarbank di Jakarta pada Senin (24/10/2022) pagi WIB menguat 42 poin atau 0,27 persen ke posisi Rp15.590 per dolar AS ketimbang posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.632 per dolar AS.

Intervensi rangkap tiga itu, sambung dia, bertujuan untuk mendorong keseimbangan supply-demand valuta asing atau valas di dalam negeri. “Salah satunya melalui penguatan implementasi Local Currency Settlement atau LCS,” ujarnya.

LCS merupakan inisiatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang hard currencies, terutama dolar AS, dengan mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan dan investasi. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan resiliensi pasar keuangan Indonesia.

Kedua, menurut Josua adalah peningkatan Devisa Hasil Ekspor atau DHE. “Di saat bersamaan, ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, serta (ketiga) mendorong peningkatan supply dolar di dalam negeri,” ungkap dia.

Sebelumnya, rupiah melemah dan menembus level 14.600 per dolar AS di tengah tren penguatan mata uang Paman Sam terhadap mata uang utama. “Pelemahan ini terjadi di tengah sentimen kenaikan suku bunga Fed yang masih akan agresif dalam jangka pendek,” tuturnya.

Di antara mata uang utama, Sterling dan Yen sebelumnya kembali melemah cukup signifikan.

Pada saat yang sama imbal hasil obligasi AS atau US treasury yield mendekati level 4,5% yang selanjutnya mendorong yield Surat Utang Negara (SUN) bertenor 10 tahun meningkat hingga 7,6%. “Pelaku pasar akan mencermati keputusan ECB (The European Central Bank (ECB) pada pekan depan sebelum menantikan keputusan Fed pada rapat FOMC awal November (2022),” imbuh Josua.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button