Jakarta Penurun Tensi, Cucuk Hidung Banteng Lewat Aglomerasi


Jagoan-jagoan PDIP kalah di beberapa provinsi strategis di luar Jakarta, apalagi Jawa Tengah yang kemudian berhasil direbut KIM Plus. Jadi tak salah kalau kemudian Jakarta sebagai obat pelipu lara

Kemenangan mutlak pasangan Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta dikunci cepat usai Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) di detik akhir memutuskan untuk tidak mengajukan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Desas-desus soal kekuatan besar partai pendukung RIDO yang disebut ngotot mau pilkada berlangsung dua putaran bubar jalan. Sebaliknya, justru kekuataan besar dalam KIM Plus malah tak merestui RIDO mengajukan gugatan. “Pokoknya saya mengikuti apa yang menjadi perintah, instruksi dari pimpinan (KIM),” begitu diutarakan Ketua Tim Sukses (Timses) RIDO, Ahmad Riza Patria. 

Pernyatan Riza dipertebal Ridwan Kamil. Kang Emil mengungkapkan adanya perdebatan menjelang diambilnya keputusan untuk tidak melanjutkan ke proses hukum, sebelum pada akhirnya pemimpin tahta tertinggi KIM Plus, Prabowo Subianto memberikan titah.

“Ada kepentingan bangsa yang lebih besar, yaitu kondusivitas damai yang harus kita jaga, serta kelelahan warga Jakarta yang harus juga dihitung kalau harus pilkada lagi,” ujar Ridwan Kamil dalam konferensi pers di Kantor DPD Golkar, Cikini, Jakarta Pusat, pada Jumat (13/12/2024).

Alasan tak cukup bukti jika memaksakan maju ke MK dibantah Riza maupun Kang Emil, meski hal ini mengundang pertanyaan, mengingat selisih suara dengan Pram-Karno tergolong besar. 

Sebagai gambaran, selisih suara RIDO dengan Pramono Anung-Rano Karno ‘Si Doel’ terpaut sekitar 10 persen. RIDO di angka 1.718.160 atau 39,40 persen, sedangkan Pramono-Rano dengan 2.183.239 suara (50,07 persen). Padahal, dalam Undang-Undang Pilkada disebutkan untuk provinsi dengan jumlah penduduknya 6-12 juta, selisih suara yang bisa digugat maksimal 1 persen.

Selain itu, tuduhan kecurangan yang selama ini diangkat kubu pasangan RIDO juga cukup sulit dibuktikan. Sebab, tuduhan kecurangan dari pasangan calon (paslon) nomor urut 1 itu yang bersifat kualitatif, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jakarta tidak profesional, hal ini tentu tak dikenal dalam sengketa hasil pilkada.

Kembali ke soal titah, lantas skenario apa yang kemudian tersirat dari langkah KIM Plus membiarkan Jakarta menjadi ‘kandang banteng’ ?

Penurun Tensi

Direktur Trias Politica Agung Baskoro ketika berbincang dengan Inilah.com menilai langkah KIM Plus, khususnya keputusan Prabowo Subianto menyerahkan Jakarta sudah dihitung secara matang. Terbaca saat munculnya keluhan seperti koalisi tak solid hingga minim logistik. 

Agak aneh kalau dibandingkan dengan gerakan KIM di wilayah lain. Kim Plus habis-habisan di Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Banten, lantas kenapa Jakarta tidak sama treatment-nya? Berangkat dari situ kemudian alasan menurunkan tensi politik menjadi masuk akal, apalagi dengan status PDIP yang kini ‘terusir’ dari Jawa Tengah usai jagoannya Andhika Perkasa Keok.

20241129_Infografis_PDIP KALAH_134.jpg
(Runtuhnya kerajaan banteng di Pilkada 2024. Dokumentasi: Inilah.com)

Jakarta layaknya paracetamol bagi panasnya hubungan KIM Plus dengan PDIP. Lewat Jakarta ini juga nantinya ruang-ruang rekonsiliasi antara Prabowo dengan Megawati dapat terbuka lagi.

”Jagoan-jagoan PDIP kalah di beberapa provinsi strategis di luar Jakarta. Jadi ini sebagai obat pelipu lara Jakarta ini, supaya  PDIP dan Gerindra dalam konteks ini terasnya kembali di titik normal,” kata Agung.

Selain itu, Jakarta juga tidak dilepas seluruhnya, masih ada Dewan Aglomerasi yang bisa dijadikan kendaraan KIM Plus untuk mengontrol kandang banteng. Harus diingat, berdasarkan Undang-undang (UU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Presiden diberikan hak untuk menunjuk siapa yang akan duduk di dalam Dewan Kawasan Aglomerasi.  

Dewan Kawasan Aglomerasi ini, nantinya akan mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional pada kawasan aglomerasi dan dokumen perencanaan induk pembangunan kawasan aglomerasi, sederhananya fungsi dewan ialah meredam ego daerah.

Bisa jadi malah Ridwan Kamil nanti ditunjuk Prabowo menjadi Ketuanya. Golkar sebagai partai-nya Ridwan Kamil, tak membantah soal adanya sinyalemen ini, menurut Sekjen Golkar Muhammad Sarmuji, Kang Emil punya kapasitas untuk bisa menduduki jabatan-jabatan publik dan menjadi pemimpin dari orkestrasi suatu daerah.

Jika RK mungkin PDIP tak jadi masalah, tapi kalau kursi ini diberikan ke Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, tentu butuh paracetamol tambahan. 

Jembatan Komunikasi

Faktor lain yang juga tak kalah menarik yakni soal sosok Pramono Anung. Pramono dianggap mampu menjadi jembatan antara kepentingan KIM dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, tugas yang selama ini dijalankan Pramono selama 10 tahun menjadi pembantu presiden ke-7 Joko Widodo. 

Salah satu momen kedekatan Pramono dengan Joko Widodo dan Prabowo Subianto (Foto: Instagram / pramonoanungw)
Salah satu momen kedekatan Pramono dengan Joko Widodo dan Prabowo Subianto (Foto: Instagram / pramonoanungw)

Pram, mampu menjadi jembatan komunikasi baik antara Jokowi dengan Megawati maupun nanti dengan Prabowo, bahkan Gibran. Pram bukanlah sosok seperti Anies Baswedan yang seakan menutup diri dengan pemerintah pusat saat menjadi Gubernur Jakarta.

“Tidak pernah ada cacat komunikasi antara Pramono dan rezim sekarang. Pramono ini Figur yang dinilai Kim Plus maupun Prabowo- Gibran tidak kontroversial, bisa cair, dan dinamis,” kata Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa, ketika berbincang dengan Inilah.com.

Herry lantas memberi contoh, usai RIDO batal ajukan gugatan, Pramono mengeluarkan statement untuk mendukung program andalan Prabowo-Gibran, Makan Bergizi Gratis.

“Sehingga bagi saya program-program Prabowo-Gibran ini bisa dieksekusi baik oleh Pramono Anung. karena fungsi keberlanjutan dan tidak ada masalah,” kata dia.

Selain itu, dengan memutus RK, KIM secara tak langsung pun telah mencegah datangnya matahari baru pada 2029 nanti. Patut diingat sudah dua kali Gubernur Jakarta dapat panggung saat pemilihan presiden (Pilpres).

(Nebby/Rizki)