Jangan Bangga Deflasi 2 Bulan Berturut-turut, Ekonom: Pasar Sepi karena Rakyat Bokek


Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi selama dua bulan berturut-turut, yakni Mei dan Juni 2024. Angkanya 0,03 persen dan 0,08 persen.

Tapi jangan girang dulu, karena deflasi dua bulan berturut-karena ini justru menunjukkan pelemahan daya beli. Rakyat tak punya duit untuk belanja yang berdampak kepada turunnya harga (deflasi).

Ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Ninasapti Triaswati tegas menyebut deflasi Mei dan Juni 2024 gambaran pelemahan daya beli. Saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia mengalami kesulitan keuangan. Kenaikan penghasilan di awal tahun, tak seimbang dengan kenaikan harga barang.

“Jadi deflasi itu indikasi dari daya beli masyarakat menurun,” ucap Nina, sapaan akrabnya, Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Karena masyarakat menekan belanja, lanjutnya, berdampak kepada turunnya omzet pedagang. Persediaan barang meningkat yang berdampak kepada turunnya harga (deflasi). Meski harga barang turun, pembelinya tetap saja tak ada.

Pun demikian Ronny P Sasmita, analis senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, menilai, deflasi Mei-Juni 2024, cermin lunglainya daya beli masyarakat.

“Indikatornya jelas, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di bawah pertumbuhan ekonomi sejak akhir 2023,” kata Ronny.

Dari perspektif makroekonomi, kata dia, deflasi dua bulan bertutur-turut ini, bisa jadi kabar buruk bagi pemerintah. Anjloknya permintaan karena daya beli terkulai, dampaknya kepada pertumbuhan ekonomi. ‘Turunnya konsumsi tentu saja menekan pertumbuhan ekonomi,” kata dia.

Dari sisi investasi, lanjunya, pelemahan permintaan yang ditunjukkan dengan deflasi Mei dan Juni 2024,  justru menjadi peringatan bagi pemerintah. Hal ini juga berdampak kepada sejumlah rencana investasi.

“Buat apa investor buka usaha baru, bikin produk baru, jual rumah baru, mobil baru, jika permintaan lemah. Jadi ini sinyal warning buat pemerintah dan dunia usaha, meskipun sinyal bagus buat konsumen,” katanya.

Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Mei 2024, data untuk persentase tabungan terhadap pendapatan, terus menurun.

Laporan Mandiri Spending Index (MSI) pun mengonfirmasi hal yang sama. Fenomena makan tabungan alias mantab, dominan di kelompok bawah dan menengah, sejak kuartal IV-2023 hingga saat ini. Artinya, keuangan masyarakat kembang-kempis, terpaksa menahan belanja sekuat tenaga.