PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pengelola kereta Whoosh jangan senang dulu dengan capaian 87.077 ribu penumpang warga negara asing (WNA) sepanjang Januari-Maret 2025.
Karena, operasional kereta Whoosh diduga mencatatkan defist Rp500 miliar per tahun. Wuik, proyek rugi dong.
Vice President Public Relations PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI), Anne Purba dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (19/4/2025), mengatakan, capaian tersebut meningkat 79,9 persen ketimbang periode yang sama di 2024 yang mencapai 48.391 pelanggan.
“Lonjakan ini menunjukkan bahwa Kereta Cepat Whoosh tidak hanya diminati oleh masyarakat domestik, tetapi juga telah menjadi pilihan utama wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia,” ujar Anne.
Peningkatan jumlah pelanggan WNA terlihat signifikan sejak awal tahun. Pada Januari 2025, Whoosh melayani 35.881 pelanggan asing, meningkat tajam sebesar 167,9 persen dibandingkan Januari 2024 yang mencatat 13.387 pelanggan.
Sementara itu, pada Februari 2025, jumlahnya mencapai 35.914 pelanggan, tumbuh sebesar 70,8 persen dibandingkan Februari 2024 sebanyak 21.026 pelanggan. Sedangkan Maret 2025 mencatatkan 15.282 pelanggan WNA, naik 9,3 persen dari bulan yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 13.978 pelanggan.
Dilihat dari kewarganegaraan, pelanggan WNA terbanyak pada periode Januari hingga Maret 2025 berasal dari Malaysia, disusul oleh Singapura dan China. Ketiga negara ini memberikan kontribusi besar terhadap lonjakan jumlah penumpang asing yang memilih menggunakan Whoosh sebagai sarana transportasi mereka.
Sebelumnya, ekonom senior, Anthony Budiawan punya hitung-hitungan soal biaya operasional yang tak sepadan dengan mahalnya pembangunan kereta Whoosh yang berasal dari utang Bank Pembangunan China atau China Development Bank (CDB). Bahkan, pendapatan kereta Whoosh setahun tak cukup untuk membayar bunga utangnya.
Dia membeberkan, biaya investasi untuk proyek kereta cepat yang awalnya disepakati 6,02 miliar dolar AS, ternyata membengkak (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS. “Sehingga total biaya investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung mencapai 7,22 miliar dolar AS. Ini luar biasa (mahal),” ungkap Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) itu.
Di mana, sebesar 75 persen dari biaya investasi diperoleh dari utang CBD, sehingga totalnya mencapai 5,415 miliar dolar AS. Dengan asumsi kurs Rp16.000/dolar AS, utang itu setara Rp81,2 triliun.
Lalu berapa bunganya? Kata Anthony, untuk investasi awal sebesar 6,02 miliar dolar AS, dikenai bunga 2 persen/tahun. Sedangkan utang terkait cost overrun dikenakan bunga 3,4 persen/tahun. Sehingga total biaya bunga mencapai 120,9 juta dolar AS, atau hampir Rp2 triliun per tahun.
Di lain sisi, kata Anthony, pendapatan dari penjualan tiket kereta Whoosh, sangatlah miris. Ambil contoh 2024, terjual 6,06 juta tiket. Dengan asumsi harga tiket rata-rata sebesar Rp250.000, maka total pendapatan kotor kereta Whoosh hanya Rp1,5 triliun. Untuk bayar bunga utang saja masih kurang alias defisit Rp500 miliar.