Jangan Berujung Drama, IM57+ Ingatkan Ketua KPK Tuntaskan Korupsi e-KTP


IM57+ Institute mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar pengembalian buronan Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ke Indonesia tidak berakhir menjadi drama yang hanya ramai di awal. IM57+ berharap ditemukannya Paulus Tannos dapat menjerat pihak yang menerima duit panas proyek e-KTP.

“KPK harus menggunakan segala kemampuannya tanpa intervensi sehingga mampu mendapatkan penerima manfaat secara menyeluruh untuk meminta pertanggungjawaban mengingat jumlah mega korupsi yang terjadi pada kasus e-KTP,” ujar Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (25/1/2025).

Lakso menyoroti, bahwa penangkapan Tannos sempat terhambat di masa lalu karena kelambanan penanganan pasca penetapan tersangka pada Agustus 2019. Bahkan, status Daftar Pencarian Orang (DPO) baru diterbitkan pada 2021, saat KPK tengah berada dalam masa transisi kepemimpinan Firli Bahuri.

“Masa krusial internal KPK dengan kepimpinan Firli Bahuri dimana terjadi pemberhentian terhadap para penyidik e-KTP,” tegasnya.

Lakso Anindito, menyatakan bahwa proses penangkapan Tannos merupakan momen krusial yang harus diapresiasi sekaligus dikawal hingga tuntas.

“Penangkapan Paulus Tannos ini menjadi pertaruhan kapasitas dan integritas KPK dalam penanganan kasus,” ujar Lakso.

Puan, Ganjar dan Pramono Disebut Terima Duit Panas

Asal tahu saja, saat proses persidangan pada 2018 lalu, eks Ketua DPR Setya Novanto selaku terdakwa bersaksi bahwa dirinya pernah mendengar ada uang yang diserahkan kepada Puan Maharani dan Pramono Anung, masing-masing sebesar 500.000 dolar Amerika Serikat (AS).

Setya Novanto menyatakan bahwa informasi tersebut ia dapatkan dari pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Narogong yang menyampaikan kepadanya di rumah.

Saat itu, Puan Maharani menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR, sedangkan Pramono Anung adalah anggota DPR. “Bu Puan Maharani, Ketua Fraksi PDIP, dan Pramono adalah 500.000 dollar AS. Itu keterangan Made Oka,” ujar Setya Novanto kepada majelis hakim saat diperiksa sebagai terdakwa.

Pramono Anung membantah mentah-mentah tudingan itu, dan mengatakan ia bahkan tak pernah ada kaitan apa pun dengan kasus KTP elektronik. “Ini semuanya yang menyangkut orang lain dia bilang. Tapi untuk yang menyangkut dirinya sendiri, dia selalu bilang tidak ingat,” kata Pramono Anung kepada para wartawan kala itu.

Sementara Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut Setya Novanto sekadar ingin mendapat status justice collaborator agar mendpat keringanan hukuman.

Di persidangan lainnya, mantan anggota DPR, M. Nazaruddin menyebutkan, pernah melihat Ganjar Pranowo, Jafar Hafsah, dan Chairuman Harahap menerima uang terkait proyek e-KTP. Namun, Ganjar disebut sempat menolak.

“Saudara menyebutkan ada beberapa orang melihat langsung menerima uang seperti Pak Ganjar. Saya membaca putusan terdahulu, keterangan saksi memang Pak Ganjar awal menolak?” tanya jaksa KPK Abdul Basir kepada Nazaruddin dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/2/2018).

“Iya, karena waktu itu semua wakil ketua dikasih 100 ribu dolar dan Pak Ganjar nggak mau,” ujar Nazaruddin.

“Pak Ganjar minta berapa?” tanya jaksa kembali.

“USD 500 ribu,” jawab Nazaruddin.

Setelah itu, Nazaruddin menyebut Ganjar akhirnya menerima USD 500 ribu. Ia bahkan mengaku melihat langsung saat uang itu diterima Ganjar.