Memburuknya pasar modal di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena, banyak investor asing yang tertarik nyemplung di lantai bursa tanah air.
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana asing yang keluar dari Indonesia dalam 3 bulan ini, angkanya cukup jumbo.
Pantas saja, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok dua kali, sehingga Bursa Efek Indonesia (BEI) harus menghentikan sementara perdagangan saham (trading halt).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mencatat, modal asing keluar bersih dari pasar saham di Indonesia hingga 27 Maret 2025. mencapai Rp29,92 triliun (year to date/ytd).
“Non-residen mencatatkan net sale sebesar Rp8,02 triliun month-to-date (mtd), dan year-to-date itu masih terdapat net sale sebesar Rp29,92 triliun,” kata Inarno, Jakarta, dikutip Minggu (13/4/2025).
Adapun nilai kapitalisasi di pasar saham dalam periode yang sama, mencapai Rp11.126 triliun, atau naik 2,27 persen (month to date/mtd). Namun secara ytd mengalami penurunan sebesar 9,80 persen.
Di tengah sentimen terhadap kondisi perekonomian global, pasar saham domestik ditutup sebesar 3,83 persen mtd pada 27 Maret 2025 ke level 6.510,62 atau melemah sebesar 8,04 persen (ytd).
Sejak pembukaan pasar saham pasca libur Lebaran pada 8 April 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara harian atau day to day (dtd), mengalami penurunan 7,9 persen, dari 6.510 ke 5.996. Sempat mengalami halting (trading halt) selama 30 menit pada pukul 09.00 WIB.
“Namun demikian, tekanan sedikit berkurang pada 9 April di mana day-to-date mencatatkan 0,47 persen atau di level 5.967. Dan di hari kemarin pada 10 April 2025 tercatat hasil positif, di mana closing IHSG pada level 6.254. Atau secara day to day, naik 4,70 persen. Walau secara year to date masih turun sebesar 11,67 persen,” kata Inarno.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan, pasar modal tidak bisa dianggap remeh karena merupakan salah satu jendela bagi pemilik dana besar untuk berinvestasi.
Ketika persepsi pelaku pasar saham negatif, jangan berharap investasi datang. Sehingga benar-benar harus dijaga.
“Kalau persepsinya negatif, investor tentunya akan wait and see dong. Artinya bisa menunda belanja, investasi atau bahkan mengerem rencana ekspansi bisnisnya. Ketika itu terjadi maka ekonomi akan terdampak,” papar Piter dalam diskusi daring yang dipandu ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky.