Jangan Salah Kaprah! Membiarkan Anak Kelelahan Bukan Solusi Tidur Lelap


Banyak orang tua berpikir, membiarkan anak kelelahan sepanjang hari dapat membuat mereka tidur lebih nyenyak di malam hari. Namun, anggapan ini ternyata keliru.

Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI, dr. Eva Devita Harmoniati mengatakan, kelelahan berlebihan justru bisa membuat anak semakin sulit tidur.

Aktivitas fisik yang cukup memang penting, tetapi tidak berarti mereka harus dibuat sangat lelah.

“Terlalu lelah justru bisa membuat anak susah tidur. Yang penting adalah anak cukup beraktivitas fisik,” kata Eva, Jakarta, Sabtu (22/2/2025).

Menurut Eva, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan untuk anak usia 3-5 tahun, kebutuhan bergeraknya adalah tiga jam aktivitas fisik setiap hari.

“Jika itu bisa terpenuhi, maka sudah cukup. Anak tidak perlu terlalu capek, karena malah bisa berakibat sulit tidur,” ujar dr. Eva melanjutkan.

Karena itu, orang tua disarankan untuk memastikan anak mendapatkan aktivitas fisik yang cukup sesuai usianya, bukan berlebihan hingga menyebabkan kelelahan ekstrem.

Dengan pola aktivitas yang seimbang, anak dapat tidur lebih berkualitas tanpa harus mengalami kelelahan berlebihan yang justru berdampak buruk pada pola tidurnya. 

Sebelumnya, berdasarkan data IDAI, ada sekitar 25-40 persen anak dan remaja mengalami gangguan tidur, dengan prevalensi yang lebih tinggi pada anak-anak dengan gangguan perkembangan.

Eva menjelaskan, gangguan tidur tidak hanya berkaitan dengan durasi tidur yang terganggu, tetapi juga kualitas tidur yang tidak optimal.

“Gangguan tidur adalah kondisi yang ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas, atau durasi tidur. Jadi, tidak hanya durasi yang terganggu, tetapi kualitas tiduryang buruk juga termasuk dalam kategori gangguan tidur,” ujarnya.

Prevalensi gangguan tidur lanjut Eva lebih tinggi pada anak-anak dengan kondisi tertentu.

Pada anak dengan autism spectrum disorder (ASD) misalnya, kasus gangguan tidur bisa mencapai 40-80 persen, sementara pada anak dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) angkanya berada di kisaran 25-40 persen.

Sementara itu, anak-anak dengan disabilitas intelektual memiliki prevalensi gangguan tidur sebesar 30-80 persen.