Jangan Takut Hadapi Politik Tarif Trump, Ekonom Senior Sarankan Prabowo Bentuk Poros Baru


Ekonom senior Prof Didik J Rachbini menilai, kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump perlu direspons secara politik. Tak perlu strategi ekonomi yang terlalu rumit, hanya bikin pusing saja. Lho?

Menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi serta Rektor Universitas Paramadina ini, Presiden Prabowo perlu menempuh jalan politik karena akar masalah dari kebijakan Trump itu, adalah politik. Logikanya, ekspor Indonesia ke  AS, selama ini berada di kisaran 11-13 persen dari total ekspor ke seluruh dunia.

Nah, bagian ini yang akan terkena dampak langsung dari kebijakan tarif bea masuk yang ditetapkan Trump sebesar 32 persen kepada Indonesia. Diasumsikan, ekspor Indonesia ke AS ke depan mengalami penurunan 30 persen, maka dampaknya terhadap total ekspor berkisar 3-4 persen.

Porsi inilah yang harus segera digantikan dengan pasar baru dan kesepakatan baru dengan negara-negara lain, yang juga terkena dampaknya. Karena itu, Indonesia sebagai negara besar perlu melakukan konsolidasi politik dengan sejumlah negara.

Indonesia disarankan bikin poros ketiga bersama, ASEAN, Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, Taiwan), India, Amerika Latin (Brazil, Meksiko). “Sejatinya dan secara politik kesintingan Trump ini, adalah head to head dengan Cina. Kita tidak perlu masuk ke dalam kutub tersebut,” ungkapnya.
 
Posisi politik seperti ini, kata Didik, pernah dilakukan Presiden Soekarno dalam semangat Bandung yang gegap gempita. Itu berpengaruh besar secara politik luar negeri. Dan tak bisa dipungkiri, Presiden Prabowo memiliki postur, karakter dan semangat yang menyerupai semangat Soekarno.

Penampilan dan langkah politik, diplomasi, diplomasi ekonomi dalam situasi ekonomi terguncang seperti ini, perlu dilakukan. Mengingat akar masalah dari tarif Trump yang muncul saat ini, adalah murni langkah politik.  

“Jadi, sangat naif jika kita hanya merespons dengan kebijakan ekonomi. Di mana, menurut Menteri Keuangan (Sri Mulyani), asas hukum dan teori ekonomi, sudah tidak berlaku lagi,” tegas Didik.
 
Dia bilang, politik luar negeri mutlak harus ditumpangi dengan politik perdagangan, yang berorientasi di luar AS yang porsinya 88 persen jadi sasaran ekspor Indonesia. Sehingga, diplomasi politik ke ASEAN, Asia Timur, India, Amerika Latin, menjadi peluang baru ketika AS kalah bersaing dengan Cina.  

“Kepanikan Trump hanyalah krisis transisi sejarah di mana kekuatan ekonomi yang bergeser dari atlantik ke pasifik,” ungkapnya. 

Diketahui, Presiden Trump pada Rabu (2/4/2025) mengumumkan kenaikan tarif perdagangan ke negara-negara yang selama ini menikmati surplus neraca perdagangan dengan AS.

Dari data Gedung Putih, Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen.

Sekitar 60 negara bakal dikenai tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS. Indonesia bukan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara, yang menjadi sasaran kebijakan dagang AS itu.

Tarif universal era Trump dikabarkan akan mulai berlaku pada Sabtu (5/4/2025), sementara tarif timbal balik, yang menargetkan sekitar 60 mitra dagang AS, akan diberlakukan mulai Rabu (9/3/2025). Dijelaskan bahwa uang yang dihasilkan dari tarif baru itu akan digunakan untuk mengurangi pajak warga AS dan membayar utang AS.

Dikutip dari situs resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025), Trump mempersoalkan kebijakan TKDN Indonesia di berbagai sektor, perizinan impor yang sulit hingga kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengharuskan perusahaan sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor di rekening dalam negeri.

“Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai 250.000 dolar AS atau lebih,” ujar Trump.