Market

Jangan Terbuai Rayuan IMF, DPR Minta Jokowi Belajar dari Krisis 1997

Senin, 18 Jul 2022 – 21:23 WIB

Jangan Terbuai Rayuan IMF, DPR Minta Jokowi Belajar dari Krisis 1997

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva (kiri) berbincang dengan Presiden Jokowi.

Anggota Komisi XI DPR, Kamrussamad mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar waspada dan tidak mudah percaya dengan saran IMF (International Monetary Fund).

Politikus Gerindra ini, mengingatkan kembali krisis ekonomi 1997, adalah catatan kelam IMF. Kala itu, IMF banyak memberikan masukan yang justru membuat perekonomian Indonesia semakin terpuruk.

“IMF sudah terlalu sering menyebut dunia dalam ketidakpastian. Krisis akan terjadi dan seakan-akan ketakutan sengaja diciptakan untuk menjadi pintu masuk resep-resep IMF,” tukas Kamrussamad, Jakarta, Senin (18/7/2022).

Selanjutnya, anak buah Prabowo ini, menyarankan Presiden Jokowi untuk belajar dari krisis 1997. Saran IMF yang berujung kepada penandatanganan Letter of Intent (LoI) dua kali, tidak menyelesaikan apapun. “Kondisi Indonesia malah semakin buruk. Rupiah semakin terpuruk. 16 Bank dilikuidas. penarikan uang atau rush terjadi di mana-mana,” kenangnya.

Bak jatuh tertimpa tangga, begitulah nasibnya perekonomian Indonesia. Ketika pemerintah tidak memiliki dana Rp600 triliun sebagai dana talangan perbankan yang mengalami negative spread, IMF meresepkan kebijakan obligasi rekap (OR).

Di mana, pemerintah hanya membayar bunga 10 persen. IMF memberi saran dengan istilah rekayasa akuntansi, pemerintah tidak punya tunai Rp600 triliun sebagai dana talangan. Tapi punya kemampuan bayar bunga 10 persen. Akibatnya, APBN terbebani puluhan tahun.

“Presiden Jokowi jangan begitu saja percaya dengan IMF. Karena bukan tidak mungkin ada skenario yang diciptakan untuk menutupi ketidakmampuan IMF dalam menangani tantangan ekonomi global. Atau, perlu diantisipasi adanya skenario inflasi tinggi, agar resep-resep IMF bisa dijalankan oleh negara-negara yang terkena krisis,” pungkasnya.

Jokowi Terima Delegasi IMF

Pada Minggu (17/7/2022), Presiden Jokowi menerima delegasi Dana Moneter Internasional (IMF) yakni Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva; Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Krishna Srinivasan; dan Representatif Senior IMF untuk Indonesia, James Walsh di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Usai pertemuan, Georgieva mengatakan, ketika perekonomian dunia berada di zona suram, Indonesia justru mencatatkan pertumbuhan di atas 5%, dengan inflasi 4%. Angka ini jauh lebih rendah ketimbang negara-negara lain di dunia.

Georgieva menyampaikan, ada dua kebijakan krusial yang bisa ditempuh guna melindungi ekonomi Indonesia dari dampak eksternal, akibat pandemi COVID-19 maupun geopolitik.

Pertama, kebijakan fiskal harus terus berfokus pada bantuan yang tepat sasaran, bukan untuk memberikan subsidi kepada semua orang, termasuk orang kaya, tetapi untuk menargetkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Menurut Georgieva, jika kebijakan fiskal menghabiskan terlalu banyak anggaran, hal itu dapat mendorong inflasi naik yang bisa menjadi masalah bagi kebijakan moneter.

Langkah kedua, selama krisis akibat pandemi Bank Indonesia (BI) telah memberikan beberapa dukungan moneter bekerja sama dengan pemerintah yang akan selesai akhir tahun 2022. “Kami sangat menyarankan agar keputusan ini dihormati untuk melindungi ekonomi dari guncangan,” kata Georgieva.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button