Jangankan Pager dan Walkie-Talkie, di Dunia Spionase Lipstik Saja Jadi Senjata Pembunuh


Sebelum insiden pager dan walkie-talkie yang menimpa para pejuang Hizbullah kemarin, pada 1996 Mossad dan Shin Bet sudah membunuh seorang pejuang Hamas terkemuka dengan ponsel. Tidak hanya alat elektronik, bahkan di dunia spionase, lipstik juga bisa membunuh.   

 

Oleh: Darmawan  Sepriyossa

Pada 17-18 September lalu, ribuan pager dan ratusan walkie-talkie yang digunakan kelompok militan Islam Lebanon, Hizbullah, meledak dalam serangan simultan di seluruh Lebanon dan Suriah. Hingga sehari kemudian disebutkan 37 orang tewas, termasuk setidaknya 12 warga sipil dan anak-anak. 

Dinas Intelijen Israel, Mossad, diketahui telah memproduksi perangkat tersebut, memasukkan bahan peledak PETN ke dalam baterainya, dan menjualnya kepada Hizbullah melalui perusahaan cangkang. 

Insiden ini digambarkan serangan keamanan terbesar yang dialami Hizbullah sejak dimulainya konflik Israel-Hizbullah, mengiringi serangan Oktober 2023. Disebutkan, selain korban jiwa, setidaknya  lebih dari 2.750 orang terluka dalam insiden tersebut. 

Para pejabat internasional dan pakar-pakar hukum perang mempertanyakan legalitas serangan pager tersebut, di bawah Protokol tentang Ranjau, Perangkap, dan Perangkat Lainnya (Protocol on Prohibitions or Restrictions on the Use of Mines, Booby-Traps, and Other Devices (Protocol II) of the Convention on Certain Conventional Weapons (CCW) yang selama ini menjadi acuan. Meski begitu, tak ada yang akan membantah bahwa protocol itu selama ini pun relatif tak pernah dipatuhi banyak negara, Israel umpamanya.  

Tulisan ini tak hendak menguak kekejian, kelicikan dan kebengisan Israel, yang dengan melakukan hal itu terbukti tak pernah mempertimbangkan apakah akan jatuh korban sipil –bahkan anak-anak– yang terbukti. 

Ibarat adagium lama pemberitaan yang diinisiasi John Bogart, wartawan AS, ”Kalau anjing menggigit orang, itu biasa, bukan berita”, demikian pula kekejian dan sikap anti-manusia Israel. 

Kini, marilah kita membuka sejarah, melihat kasus-kasus besar –membunuh, meski hanya membunuh seorang manusia, adalah kasus besar– karena sebagaimana Alquran, ”Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.” QS Al-Maidah (5:32). 

Berikut beberapa kasus besar yang melibatkan penggunaan peralatan elektronik dalam spionase yang telah menjadi berita dan menciptakan gelombang besar di dunia intelijen:

Payung yang Membunuh Jurnalis Georgi Markov

Pada 1978, Georgi Markov, jurnalis Bulgaria yang lari dan mendapatkan suaka di Inggris sebagai wartawan BBC, tengah berdiri menunggu bus, di halte Jembatan Waterloo, London, Inggris. Tiba-tiba ia merasakan perih yang aneh di bagian belakang pahanya, seolah ada sesuatu yang menusuknya.

Saat menoleh ke belakang untuk mencari tahu apa yang terjadi, Markov hanya melihat seseorang tergesa-gesa mengambil payung yang jatuh, dan tergesa pula pergi. 

Sayangnya, meski merasakan sakit, Markov menolak langsung berobat. Tak berapa lama, timbul benjolan di tempat ia merasa ditusuk. Sorenya Markov terserang demam tinggi, hingga dilarikan ke rumah sakit. 

Dokter yang menanganinya segera sadar, mereka tidak dapat melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa Markov. Hanya empat hari setelah kejadian, Georgi Markov meninggal. 

Setelah diselidiki, pria berpayung itulah pembunuh Markov. Di dalam payung yang ia bawa, berisi sebuah pelet logam kecil mengandung racun yang bisa ditembakkan. Hasil otopsi mengungkap, pelet dari platinum dan iridium tertanam di pahanya. Ada dua lubang dibor untuk memasukkan racun, dilapisi suatu bahan yang dirancang untuk ‘meleleh’ begitu memasuki tubuh. Para ahli meyakini racun itu risin.

Pembunuhan ini kemudian dikenal dengan nama ‘Umbrella Murder’. Georgi Markov sendiri adalah jurnalis asal Bulgaria yang menentang pemerintahan komunis di negara asalnya. Ia seorang jurnalis hebat dengan karya buku-buku best seller di negaranya. Sampai kemudian dibawa ke lingkaran dalam pemimpin Komunis Bulgaria, Todor Zhivkov. Zhivkov berharap Markov menulis karya yang mendukung pemerintahannya. Jadi tim buzzer-lah kalau saat ini. Markov, tak hanya menolak, ia melawan dengan terus menulis kritik. 

Karena ia berani melawan pemerintah Komunis saat itu, di akhir 1960-an itu karya-karya Markov banyak yang dikecam dan disensor pemerintah. Hal yang wajar membuatnya Markov frustrasi. 

Hingga pada 1969 ia meninggalkan Bulgaria, pergi ke Italia, untuk kemudian mendapatkan suaka di Inggris pada 1971, bekerja sebagai broadcaster dan jurnalis di BBC. Polisi London menduga kuat pembunuhan itu adalah perbuatan Durzhavna Sigornost, agen polisi rahasia Bulgaria.

Pembunuhan Jamal Kashogi dan Pembajakan Ponsel melalui Pegasus Spyware

Pegasus adalah perangkat lunak spionase yang dikembangkan NSO Group, sebuah perusahaan Israel. Pegasus dapat disuntikkan ke ponsel target tanpa sepengetahuannya dan memberi akses penuh kepada penyerang, termasuk pesan, mikrofon, kamera, dan lokasi. 

Pegasus menjadi berita besar ketika ditemukan digunakan oleh pemerintah di seluruh dunia untuk memata-matai aktivis hak asasi manusia, wartawan, dan tokoh politik. Salah satu kasus paling terkenal adalah pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi, di mana diduga Pegasus digunakan untuk memata-matai rekan-rekannya sebelum pembunuhan terjadi.

Skandal ini mengungkapkan sejauh mana perangkat lunak spionase modern dapat digunakan untuk melanggar privasi, bahkan memicu debat internasional tentang penggunaan teknologi ini oleh pemerintah​.

Teh Hangat yang Membunuh Litvinenko (juga Munir)

Alexander Litvinenko, mantan agen KGB yang beraoh menjadi pengkritik pemerintah Rusia, diracun menggunakan Polonium-210, zat radioaktif langka, saat minum teh di sebuah hotel di London. Polonium dimasukkan ke dalam cangkir teh tanpa diketahui Litvinenko, dan ia meninggal beberapa hari kemudian karena keracunan radiasi. 

Meskipun bukan dengan perangkat elektronik, teknik spionase ini menunjukkan bagaimana teknologi canggih dapat digunakan untuk pembunuhan jarak jauh yang tidak terdeteksi hingga terlambat. Kasus ini memicu krisis diplomatik besar antara Rusia dan Inggris, dan meningkatkan kesadaran global tentang potensi penggunaan zat radioaktif dalam pembunuhan politik. 

Di Indonesia, kita punya kasus sejenis, meski tidak dengan radioaktif, tapi arsenic. Pembunuhan yang menghilangkan putra terbaik bangsa, Munir Said Thalib, jawara Hak Asasi Manusia, pada 7 September 2004.  

Serangan Virus Stuxnet

Salah satu contoh paling canggih dari penggunaan teknologi dalam spionase adalah virus Stuxnet. Pada tahun 2010, virus ini menyerang fasilitas nuklir Iran dan merusak mesin sentrifugal mereka tanpa menimbulkan kerusakan fisik yang langsung terlihat. 

Serangan ini dianggap sebagai bagian dari perang siber yang dilancarkan Israel dan Amerika Serikat untuk menghambat pengembangan nuklir Iran. 

Ponsel Motorola yang Membunuh Yahya Ayyash, Sang ‘Insinyur’ Bom Hamas

Salah satu kasus pembunuhan paling terkenal yang melibatkan penggunaan ponsel sebagai senjata adalah pembunuhan Yahya Ayyash, seorang pejuang Hamas yang dikenal dengan julukan ‘The Engineer’. Ia seorang ahli pembuat bom. 

Pada 5 Januari 1996, Ayyash tewas dalam ledakan yang terjadi ketika ia menerima panggilan telepon di Gaza. Ponsel yang digunakannya ternyata telah dipasangi bahan peledak RDX seberat 15 gram oleh badan keamanan Israel, Shin Bet.

Ayyash dikenal sebagai arsitek utama di balik serangkaian serangan bom bunuh diri terhadap warga sipil Israel selama tahun-tahun sebelumnya. Pembunuhannya dirancang dengan sangat hati-hati: seorang informan Palestina yang bekerja sama dengan Shin Bet menyerahkan ponsel tersebut kepada Ayyash dengan mengatakan bahwa ponsel itu hanya ‘disadap’ untuk mendengarkan percakapan. 

Namun, ketika Ayyash menggunakan ponsel tersebut, sinyal dari pesawat yang mengudara di atas wilayah itu memicu bahan peledak di dalam ponsel, menewaskan Ayyash seketika

Pembunuhan Ayyash menandai puncak dari operasi panjang untuk menangkap atau membunuhnya. Serangan tersebut kemudian tidak hanya memicu respons balas dendam dari Hamas melalui serangkaian bom bunuh diri, tetapi juga menambah ketegangan dalam konflik Israel-Palestina.

Kasus ini menyoroti tingkat kecanggihan operasi Mossad dan Shin Bet, di mana perangkat yang tampak biasa, seperti ponsel Motorola, dapat diubah menjadi alat pembunuhan mematikan.

KGB dan ‘Kiss of Death’

KGB, badan intelijen Uni Soviet yang terkenal pada zamannya, dikenal menggunakan senjata tersembunyi dalam alat-alat kosmetik. Salah satunya adalah ‘Lipstick Gun’, yang diberi julukan ‘Kiss of Death’. 

Senjata ini dapat menembakkan peluru kecil dan dirancang untuk digunakan oleh agen wanita dalam situasi darurat. Walaupun tampak seperti kosmetik biasa, alat ini adalah contoh sempurna dari cara perangkat sehari-hari dapat disulap menjadi senjata. 

Yang lain lagi, pada masa Perang Dunia II dan Perang Dingin, alat-alat yang tampak sederhana, seperti pensil atau cerutu, seringkali dimodifikasi menjadi alat pembunuh. Di dalam alat-alat ini terdapat peledak kecil atau senjata api yang dapat digunakan untuk misi pembunuhan.