“Uang baru uang baru,” begitulah teriakan Vina (28) di siang bolong yang menawarkan jasa tukar uang baru di pinggir jalan Kawasan Parung, Bogor. Vina merupakan salah satu warga yang memanfaatkan momentum berlebaran dengan menawarkan jasa tukar uang baru.
Tubuhnya dibalut dengan jaket untuk melindung kulit dari paparan sinar matahari. Keringatnya mengucur, tangannya disibukan dengan jejeran uang segepok di bawah payung besar sambil duduk di kursi plastik. Harapannya satu, jasanya laris manis.
Teriknya matahari membuat dia sesekali berkipas-kipas dengan uang pecahan Rp5.000 hingga Rp10.000 di tangannya. Matanya awas menanti para pelintas untuk menawarkan jasa tukar uang.
Jika ingin menukarkan uang Rp100.000 ke pecahan Rp10.000, Vina mematok harga Rp115.000. Dia hanya mengambil untung Rp3.000 dari setiap penukaran uang. Sebab, dia mengambil uang tersebut dari seorang Bos dengan tambahan Rp12.000 per Rp100.000.
“Kita ambil dari bos. Kalau tuker uang Rp100.000 jadi Rp115.000. Soalnya kita ke bos itu kena tambahan Rp12.000. Kita Cuma ambil untung Rp3.000,” ucapnya.
Perempuan itu harus bersaing dengan empat orang lainnya yang berjejer persis didekatnya. Sudah sekitar tiga hari dia menawarkan jasa penukaran. Selama tiga hari itu, dia baru memperoleh sekitar 17 orang yang menukarkan uang kepadanya.
Aksi Vina ‘berdagang uang’ bukanlah kali ini saja. Menjelang lebaran sebelumnya, Vina juga membuka jasa penukaran uang. Untuk kali ini, dia merogoh tabungan Rp5 juta lebih sebagai modal untuk membeli uang baru berbagai pecahan dari seorang bos.
Dia memilih menukarkan uang baru ke seseorang yang disebutnya bos, karena tidak semua bank menerima penukaran uang. “Modalnya Rp 5 juta, tapi saya tukerin ke bos. Soalnya Kalau dari bank dibatasi hanya Rp2 juta itu per tanggal 24 Maret kalau tidak salah dan tidak semua bank juga menerima penukaran uang,” ucapnya.
Hadapi Sejumlah Risiko
Kebutuhan akan uang tunai untuk keperluan tunjangan hari raya (THR), dan belanja Lebaran meningkat tajam. Di momen inilah, jasa tukar uang di pinggir jalan kerap muncul sebagai solusi cepat bagi mereka yang ingin menukar pecahan uang baru tanpa harus repot ke bank.
Di balik kenyamanan tersebut, ada sejumlah risiko yang perlu diperhatikan. Salah satu yang paling mencolok adalah masalah legalitas. Jasa tukar uang di jalanan seringkali tidak terdaftar atau diatur oleh lembaga keuangan resmi seperti Bank Indonesia.
Dengan kata lain, transaksi ini tidak mendapatkan pengawasan yang memadai dari pihak yang berwenang. Hal ini membuka peluang terjadinya penipuan, seperti penukaran uang palsu, atau perbedaan harga yang tidak wajar.
Bank Indonesia sudah mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam menukar uang dan menyarankan untuk menggunakan jasa yang sudah terdaftar dan memiliki izin resmi. Konsumen juga perlu waspada dengan segala risikonya.
Bila memilih untuk menukar uang di sana, pastikan untuk selalu berhati-hati, memperhatikan reputasi pelaku usaha, dan jangan ragu untuk memeriksa keaslian uang yang diterima. Di sisi lain, jika waktu memungkinkan dan ingin lebih aman, menggunakan jasa bank resmi bisa jadi pilihan terbaik meskipun membutuhkan lebih banyak waktu.