Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra. (Foto: Antara).
Mungkin banyak yang tak percaya, harga tiket penerbangan domestik lebih mahal ketimbang rute ke luar negeri. Lho kok bisa?
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero/GIAA) Tbk, Irfan Setiaputra baru berani bongkar-bongkaran.
Irfan mengaku tak heran jika harga tiket pesawat ke luar negeri lebih murah ketimbang tiket perjalanan dalam negeri. Kalau di dalam negeri, setiap maskapai harus menanggung biaya pajak avtur. Besaran pajaknya cukup tinggi, sehingga memberatkan maskapai.
Sebaliknya, penerbangan ke luar negeri bebas pajak avtur jika mengisi di sana. “Avtur yang kita beli untuk penerbangan domestik, kena pajak. Avtur kita terbang ke Singapura, enggak kena pajak. Tiket kita jual ke Balikpapan, kena pajak. Kita jual ke Shanghai, enggak kena pajak,” kata Irfan, di Cengkareng, Banten, Senin (11/11/2024).
Dia mengakui, avtur merupakan salah satu komponen penyumbang harga tiket pesawat. Disusul jarak, Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR) sebagai asuransi kecelakaan penumpang hingga biaya layanan bandara, atau pajak airport.
Selanjutnya, Irfan yang kabarnya bakal diganti dalam RUPSLB Garuda yang direncanakan pada Jumat (15/11/2024) itu, membeberkan biaya untuk layanan bandara yang berbeda. Misalnya, terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) untuk penerbangan domestik, Garuda harus membayar Rp168.000 ke PT Angkasa Pura (Persero/AP). Sedangkan terminal 2, biayanya Rp120.000.
“Kalau Halim biayanya lebih murah, sekitar Rp70.000. Ini semua kan pembentuk harga tiket, tapi pelanggan yang tahunya begitu harga tiket pesawat naik. Nah, kami yang kena,” jelas alumni Teknik Informatika ITB itu.
Dia pun memprediksikan, bakal ada kenaikan harga tiket pesawat pasca kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 ke 12 persen. “Siap-siap ada PPN naik jadi 12 persen, ini pasti bikin naik harga tiket pesawat juga,” kata Irfan.
Pemerintah memberikan sinyal kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen bakal tetap berlaku pada 2025. Rencana ini diyakini akan semakin menekan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.