Kepala BSSN Hinsa Siburian (Foto: Instagram/@bssn_ri)
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian menyoroti serangan yang akan terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2024. Menurutnya, serangan ransomware masih menjadi ancaman utama.
“Pilkada kan seperti yang kita alami beberapa kali selama ini adalah terutama ancaman ransomware,” kata Hinsa kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, dikutip Jumat (8/11/2024).
Hinsa menjelaskan serangan ransomware dengan berbagai bentuk bisa berdampak pada pertahanan siber negara. Dia lantas menyebut ransomware tidak hanya bisa mencuri maupun menghilangkan data.
“Bisa dia men-take down atau dia bisa mencuri data. Dan juga yang tidak kalah pentingnya kadang-kadang dia menyandera dan defacement, web defacement itu tampilannya jadi berubah,” ujarnya.
Sebelumnya, sistem keamanan data di Indonesia, benar-benar kelas kambing, karena begitu mudahnya dibobol. Pada akhir Juni lalu, Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dibobol, kini terjadi lagi.
Kali ini, sebanyak 4.759.218 (4,7 juta) data Aparatur Sipil Negara (ASN) yang disimpan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dibobol pada Minggu (11/8/2024).
Mirisnya lagi, data tersebut diperdagangkan di forum hacker, Breachforums, senilai US$10 ribu atau setara Rp160 juta (kurs Rp16.000/US$.
Anggota Komisi I DPR asal Fraksi PKS, Sukamta hanya bisa geleng-geleng kepala. Karena itu tadi, begitu lemahnya sistem pengamanan data milik pemerintah, sehingga mudah diganggu-ganggu kaum hacker.
“Kebocoran data sudah sering terjadi, tapi kita belum bisa menegakkan hukum tentang pelindungan data, karena lembaganya belum ada. Karena itu, Presiden Jokowi harus segera keluarkan Perpres yang mengatur Otoritas Pelindungan Data Pribadi (OPDP), sebagaimana amanat UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data pribadi (PDP),” kata Sukamta, Jakarta, Senin (12/8/2024).
Semakin mudahnya data yang bocor di Indonesia, kata dia, dipicu tenggat waktu ketentuan peralihan yang diberikan UU PDP selama 2 tahun, sejak disahkan pada 17 Oktober 2022. Artinya, waktu tersisa 2 bulan untuk membentuk lembaga tersebut.
Dia bilang, kebocoran data ASN tersebut perlu segera ditindaklanjuti dengan audit digital forensik untuk mengetahui sumber kebocorannya. Serta, bagaimana dampaknya dan siapa yang harus bertanggung jawab.
Sukamta menjelaskan, dunia siber memerlukan orang-orang yang kompeten, sehingga lembaga PDP serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), harus diisi orang-orang yang kompeten dalam pelindungan data pribadi dan keamanan-ketahahan siber.
“Karena teknologi terus berkembang dalam hitungan detik. Para penjahat siber terus mengupdate teknologi kejahatannya,” kata Sukamta.