Jimly Asshiddiqie Soroti Siswa tak Paham MPR, Netizen Kritik Keras Kurikulum Merdeka


Sebuah video viral yang menampilkan banyak siswa tidak bisa menjawab pertanyaan tentang kepanjangan singkatan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) viral di media sosial X/Twitter. Hal ini turut jadi perhatian dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, Jimly Asshiddiqie.

Komentar Jimly ini mengundang respons dari berbagai kalangan, termasuk netizen yang mulai mempertanyakan efektivitas Kurikulum Merdeka dalam menanamkan pengetahuan dasar kepada siswa.

Melalui akun pribadinya @JimlyAs, Jimly menyebut situasi ini sebagai “gawat,” yang kemudian diperkuat oleh komentar netizen seperti @BarisanPemudaRI yang mengatakan, “Ini hasil karya Kurikulum Merdeka rezim sekarang. Apa kita terus diam saja, pasrah, nggak ikut politik?”

Kritik terhadap Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka resmi diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim pada tahun 2020 sebagai bagian dari program “Merdeka Belajar.” Kurikulum ini bertujuan untuk memberi fleksibilitas kepada sekolah dalam menentukan cara pengajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan sekolah masing-masing. Hingga tahun 2023, Kurikulum Merdeka telah diimplementasikan di sekitar 250.000 sekolah di seluruh Indonesia.

Kehadiran Merdeka Belajar di Pendidikan Indonesia memang banyak menuai pro dan kontra. Berbagai organisasi pendidikan seperti Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) yang menyatakan Merdeka Belajar perlu dievaluasi lebih lanjut.

Alasannya karena Nadiem dinilai belum menghasilkan banyak perubahan perbaikan fundamental bagi pendidikan dan guru. Meski begitu, kebijakan Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka perlu dilanjutkan dengan berbagai perbaikan.

Kritik terhadap kurikulum ini terus muncul, terutama terkait kesiapan sekolah dan guru dalam mengimplementasikannya. Sejumlah sekolah yang tergolong kurang beruntung dari segi infrastruktur dan tenaga pendidik dinilai kesulitan mengikuti kurikulum baru ini. 

Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh beberapa organisasi pendidikan, banyak sekolah di daerah terpencil yang melaporkan bahwa mereka kesulitan mengikuti program “Pembelajaran Berbasis Proyek,” salah satu komponen utama dari Kurikulum Merdeka.

Tantangan Kurikulum Merdeka

Menurut data Kementerian Pendidikan, sejak diluncurkannya Kurikulum Merdeka, sebanyak 140.000 guru telah dilatih untuk mendukung penerapan kurikulum ini. Namun, pelatihan yang dianggap belum merata di seluruh wilayah menjadi salah satu sorotan. 

Selain itu, evaluasi awal menunjukkan bahwa kurikulum ini memberikan hasil yang berbeda-beda di berbagai sekolah, terutama antara sekolah yang memiliki fasilitas lengkap dan yang kurang.

Kritik lainnya adalah tidak semua sekolah mendapatkan subsidi yang cukup untuk melaksanakan Kurikulum Merdeka. Subsidi dana hanya diberikan kepada sekitar 2.500 sekolah yang tergolong sebagai “Sekolah Penggerak,” sementara sekolah-sekolah lainnya harus mencari sumber pendanaan sendiri untuk melaksanakan kurikulum ini.

Dengan video dan komentar Jimly yang viral, perdebatan seputar Kurikulum Merdeka kembali mencuat ke permukaan, dan semakin banyak pihak yang mendesak agar pemerintah melakukan evaluasi mendalam untuk memastikan kurikulum ini benar-benar sesuai dengan kebutuhan siswa di seluruh Indonesia.