Kebijakan Presiden Jokowi membuka keran ekspor sedimentasi laut yang sejatinya adalah pasir laut, sangat disayangkan.
Hasilnya, ekosistem laut bakal rusak parah yang berdampak kepada nasib nelayan. Kalau dihitung nilai kerusakannya jauh lebih besar ketimbang untung.
Pakar Biologi Kelautan, Akuakultur dan Ekologi Molekuler dari Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Sapto Andriyono mengatakan, perlu diperhatikan dampak ekologis maupun sosial dari pembukaan ekspor pasir laut menjelang lengsernya Jokowi.
Misalnya, kata dia, proses ekspor pasir laut perlu memperhatikan perubahan aktivitas manusia yang dapat mengubah kondisi alam, baik secara langsung maupun tidak.
“Pasir di ekosistem laut menjadi tempat hidup organisme yang hidup di dasar perairan dan memiliki peran penting dalam ekologis, seperti daur mineral yang secara langsung dapat memengaruhi kelangsungan proses ekologis,” kata Sapto, Kamis (26/9/2024).
Dia meyakini, proses ini akan sangat mengganggu keseimbangan ekologis perairan laut. Khususnya di wilayah yang menjadi pusat pengerukan pasir maupun sedimen yang akan diekspor.
“Dengan adanya kegiatan ini dapat merusak pasir sebagai habitat organisme,” kata Sapto.
Selain sebagai habitat organisme, Sapto mengatakan penambangan pasir secara intensif dapat mengubah garis pantai. Perubahan arus akan terjadi pada daerah yang menjadi lokasi pengerukan sedimen pantai yang akan mengubah bentuk geografi pantai dan merusak kapiler air laut dan tawar.
“Perlu perhatian khusus pada dampak intrusi air laut yang mana membuat air laut semakin naik ke daratan. Hal ini yang menyebabkan sulitnya mendapatkan air tanah yang tawar di wilayah pesisir, sehingga penyediaan air bersih untuk kegiatan rumah tangga menjadi sulit dilakukan,” katanya.
Sapto mengungkapkan,proses pengerukan pasir maupun sedimen laut, memang benar membuka lapangan pekerjaan baru. Namun, lapangan pekerjaan yang disediakan hanya bersifat sementara. Hanya sampai terpenuhinya target pengerukan pasir atau sedimen laut.
“Lapangan pekerjaan yang ada hanyalah sementara. Lalu bagi nelayan pasti mereka harus melaut ke lokasi yang lebih jauh. Dengan lokasi yang lebih jauh, biaya transportasi akan semakin besar dan pasti terdapat perubahan alat tangkap menyesuaikan dengan lokasi penangkapan ikan,” ungkapnya.
Dalam menangani permasalahan ini, Sapto menekankan pentingnya sinergi antara masyarakat dan pemerintah untuk menghentikan berjalannya penambangan pasir untuk ekspor.
Keputusan Jokowi membuka ekspor pasir laut ini, spontan mengundang kontroversi. Pembukaan itu melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.
Dan, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Permendag Nomor 20/2024 dan 21/2024 untuk merevisi larangan ekspor pasir laut yang sudah 20 tahun dilarang.
Sejumlah kalangan banyak memberikan kritikan. Karena dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, sangat luar biasa. Termasuk mematikan mata pencaharian nelayan.
Belum lagi soal geopolitik. Mengancam luasan Indonesia tergerus Singapura. Akibat reklamasi yang gencar dilakukan Singapura menggunakan pasir laut asal Indonesia.