Market

Jokowi Ingin Setop Ekspor, Apa Daya Hilirisasi Timah Belum Siap

Rabu, 19 Okt 2022 – 19:47 WIB

Tambang timah. (Foto:MediaIndonesia),

Presiden Jokowi sudah menegaskan setop ekspor timah karena tidak menghasilkan nilai tambah. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai hilirisasi timah di dalam negeri, belum siap.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin dalam Indonesia Tin Conference 2022 di Jakarta, Rabu (19/10/2022), menjelaskan, larangan ekspor dilakukan lantaran serapan hilirisasi balok timah (tin ingot) masih sangat rendah, yakni sebesar 5 persen. “Dari sekian banyak produk, hanya kurang lebih 5 persen yang lebih hilir dari tin ingot yang dikelola di dalam negeri. Ini PR paling besar ketika pelarangan ekspor tin ingot terjadi,” kata Ridwan.

Menurut Ridwan, serapan balok timah di hilir masih belum optimal. Ia khawatir industri dalam negeri tidak mampu menampung pasokan tin ingot begitu larangan ekspor terbit.

Ia menyebut dari data yang dihimpun, memang belum banyak industri hilir yang bisa menyerap tin ingot hasil hilirisasi. Di sisi lain, industri hilir seperti otomotif dan elektronik yang sudah ada pun, memiliki jaringan rantai pasok sendiri. “Ketika hilirisasi ini nanti jadi kewajiban, bagaimana kita menyiapkan diri, misalnya, jangan sampai kita bisa buat tapi tidak bisa jual,” katanya.

Ridwan mengakui pemerintah tengah menyiapkan data kondisi terkini dan waktu yang diperlukan untuk menciptakan ekosistem hilirisasi di dalam negeri. Pemerintah bahkan telah mengundang ahli pembangunan hingga asosiasi profesi untuk mengkaji kebutuhan investasi, lokasi dan durasi pembangunan, hingga investor potensial terkait pembangunan smelter dan industri hilir tin ingot.

Di sisi lain, Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung itu mengungkapkan meski tin ingot sudah cukup hilir, namun smelter PT Timah yang mengolah bijih timah telah berusia sekitar 50 tahun sehingga perlu dilakukan upaya transformasi lebih lanjut.

“Setahu saya, smelter PT Timah itu dibangun tahun 1971, artinya 50 tahun lalu, pantas-pantas saja kalau pimpinan pemerintah mengatakan masak 50 tahun gitu-gitu saja? Harus ada langkah maju yang dilakukan,” katanya.

Ridwan juga mengatakan pelarangan ekspor dilakukan sebagai wujud UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 yang mengamanatkan hilirisasi. “Kita juga perlu mempertimbangkan dampak penyerapan tenaga kerja. Kita perlu lapangan kerja yang banyak. Arahan ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” katanya.

Ridwan pun mengimbau pelaku usaha di industri timah bisa memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah. Ia juga meminta pengusaha menyiapkan diri, termasuk berkonsorsium membangun industri yang lebih hilir.

“Kemudian, yang menurut kami paling tidak saat ini, adalah penetrasi pasar. Timah kita sudah (diekspor) ke 26 negara. Kalau kita ekspor ingot-nya, apa yang mereka lakukan dengan ingot kita? Bisakah nanti ketika kita sudah produksi tin solder, tin chemicals, siapa yang mau beli produk kita. Bapak ibu pelaku industri ini bantu pemerintah supaya jangan sampai kita bisa buat, tidak bisa jual,” katanya.

Pada akhir September lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan keinginan menyetop ekspor timah dan tembaga. Sebelumnya Jokowi menyebut kebijakan ini sudah diterapkan untuk komoditas nikel.

“Kita setop lagi (ekspor) timah, tembaga, kita setop lagi lagi bahan- bahan mentah yang kita ekspor mentahan,” kata Jokowi dalam dalam UOB Annual Economic Outlook 2023 di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).

Jokowi mengatakan, langkah menyetop ekspor bahan mentah terbukti memberi lebih banyak benefit. Misalnya, hasil ekspor timah dalam bentuk mentah hanya menghasilkan US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun. Namun ketika ekspor bahan mentah dihentikan, pendapatannya berlipat ganda.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button