News

Jokowi Sebut Harga Obat Terlalu Tinggi, IAI: Padahal Lebih Mahal Permen


Ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) Noffendri Roestam menyatakan bahwa harga obat di Indonesia sudah tergolong lebih murah dibandingkan dengan Malaysia, terutama setelah masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dalam konferensi pers di kantor pengurus pusat IAI, Jakarta, Kamis (25/7/2024), Noffendri menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis obat yang umum digunakan di Indonesia: obat originator (paten), obat generik bermerek, dan obat generik. Dari ketiganya, obat paten, yang biasanya merupakan obat impor dengan hak paten global, memiliki harga yang paling mahal.

Noffendri mencontohkan obat antihipertensi Amlodipine sebagai perbandingan. 

“Misalnya Amlodipine, di Malaysia harga originatornya itu Rp5.800 di apotek. Di Indonesia, obat patennya bisa mencapai Rp15.000. Namun, masyarakat diberikan pilihan generik yang hanya Rp500, dan generik bermerek sekitar Rp1.700,” jelas Noffendri.

Noffendri juga mengklaim bahwa harga obat generik Amlodipine bisa lebih ditekan jika masuk ke dalam e-catalogue JKN, sehingga harganya bisa mencapai hanya Rp100 per tablet. 

“Lebih mahalan permen daripada tablet Amlodipine. Program JKN luar biasa menekan harga obat,” tambahnya. Bahkan, Noffendri menyebutkan bahwa sirup parasetamol bisa lebih murah daripada teh botol.

Namun, Noffendri juga mengakui bahwa penetapan harga melalui e-catalogue membuat industri farmasi di Indonesia sulit berkembang karena harga yang relatif terlalu murah. 

“Kenapa industri farmasi mau? Karena dijanjikan volume besar oleh pemerintah. Tapi dari segi harga, mereka tidak bisa berkembang. Pertumbuhan industri kita tidak signifikan,” katanya.

Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan terhadap isu yang diangkat oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan sempat disinggung oleh Presiden Joko Widodo mengenai harga obat di Indonesia yang lebih mahal lima kali lipat dibandingkan dengan Malaysia.

Noffendri menilai bahwa perbandingan harga obat antara Indonesia dan Malaysia kurang relevan. 

“Mayoritas penduduk Malaysia menggunakan obat paten yang bekerja sama dengan pemerintah pusat mereka. Sementara 90 persen penduduk Indonesia menggunakan obat generik bermerek dan generik biasa yang diproduksi di Indonesia,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button