Arena

Evaluasi dan Bangkit Menuju Piala Thomas 2024

Melewati dua perhelatan Piala Thomas, pada 2021, yang diundur dari 2020 akibat pandemi, dan tahun ini, pencapaian tim Merah Putih sebenarnya sudah cukup baik. Tampil sebagai juara pada 2021, dan berikutnya menjadi finalis pada 2022.

Prestasi di kedua perhelatan itu menjadi bahan evaluasi sekaligus titik cerah dari tim Indonesia mampu bersaing di bulu tangkis beregu putra level dunia. Pada perhelatan 2022, sebagai bukti aktual kedigdayaan tim Indonesia, Hendra Setiawan dan kawan-kawan menyudahi perlawanan China di perempat final dengan skor telak 3-0, dan menang 3-2 atas Jepang di semifinal. Dalam persaingan Grup A, kita juga menundukkan Korea Selatan, 3-2.

Piala Thomas dan juga Piala Uber yang mempertandingkan lima partai, tiga tunggal dan dua ganda, mengharuskan kemampuan merata kelima wakil. Dengan semua berobsesi mengukir sejarah, baik yang pernah juara maupun yang belum, meratanya kekuatan ini makin krusial.

Indonesia yang tangguh di ganda putra, dengan kaderisasi yang relatif mulus sehingga tersedia ganda pelapis yang kompetitif, kali ini tidak bisa menurunkan Marcus Fernaldi Gideon karena Marcus dalam masa pemulihan setelah operasi.

Fakta ini berkonsekuensi Indonesia tidak bisa memainkan duo Marcus/Kevin Sanjaya yang kini di puncak peringkat ganda putra dunia. Alternatif ganda pertama dengan demikian Hendra/Mohammad Ahsan, atau Kevin/Ahsan. Meski sudah pernah berpasangan dan sering berlatih bersama, Kevin/Ahsan kalah dari ganda utama India, Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty, pada final dengan skor 21-18, 21-23, 19-21. Dari hasil ini disimpulkan, peringkat dunia bukan jaminan kemenangan.

Kita juga bisa memetik pelajaran dari kekalahan M Rian Ardianto/Fajar Alfian, ganda kita di urutan ketujuh dunia, dari pasangan Jepang, Akira Koga/Yuta Watanabe, yang peringkatnya di bawah 500 dunia, pada semifinal.

Di tunggal, kita menantikan berulangnya era keemasan tunggal putra, serupa masa Alan Budikusuma, Ardy Wiranata, Joko Supriyanto, Hermawan Susanto, dan Haryanto Arbi, disusul Taufik Hidayat. Konsistensi permainan trio Anthony Ginting-Jonatan Christie-Shesar Hiren Rhustavito perlu dipastikan sembari memoles yunior mereka. Generasi Syabda Perkasa Belawa dan Chico Aura DW perlu secepatnya diorbitkan ke berbagai ajang dunia demi pematangan.

Kita perlu belajar dari India, yang bukan unggulan, tetapi lolos ke final dan menang 3-0 atas Indonesia. Ketiga pemain tunggal mereka berkemampuan relatif merata, dengan tunggal pertama Lakshya Sen baru berusia 20 tahun. Di luar motivasi India merebut trofi Piala Thomas untuk pertama kali, faktor teknis dan nonteknis pasti sudah disiapkan tim juara.

Indonesia mesti segera bangkit dan bersiap untuk Piala Thomas dua tahun lagi, 2024, di China. Skuad Indonesia lebih dari cukup untuk merebut kembali Piala Thomas, bahkan juga di Piala Uber, yang terakhir kali kita rebut pada 1996.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button