News

Jurus Mangkir Sang Bendahara PBNU

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin Selasa (12/4/2022) kemarin punya agenda penting. Dia meminta waktu untuk ‘sowan’ ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta. Ini kedatangan kali pertama Burhanuddin ke PBNU setelah Yahya Cholil Staquf terpilih menjadi Ketua Umum Tanfizd PBNU. Yahya Staquf menumbangkan KH Said Aqil Sirajd dalam muktamar yang dramatis di Lampung.

Kunjungan Jaksa Agung itu bagi PBNU sebetulnya biasa saja. Banyak petinggi negeri yang meminta waktu sowan ke PBNU. Tapi kunjungan Jaksa Agung itu berbuntut kritik tajam. Sebab, Bendahara Umum PBNU, Mardani H Maming, saat ini tengah menjadi saksi kunci kasus perkara gratifikasi yang menempatkan Dwijono Putrohadi Sutopo, bekas Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, di kursi terdakwa Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Saat peristiwa suap terjadi, Maming memjadi Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Foto Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bersama Ketum PBNU Yahya Staquf, Bendahara Umum PBNU Mardani Maming, Bendahara PBNU Nuruzzaman, dan Ketua PBNU Amin Said Husni diunggah di akun Instagram @nahdlatululama.

Dalam unggahan tersebut juga ada pernyataan Jaksa Agung. “Kedatangan kami ke sini, kami mohon dukungan dari ketua dan teman-teman NU karena kami sedang giat-giatnya melakukan penegakan hukum, khususnya tindak pidana korupsi,” kata Burhanuddin.

Sontak kunjungan itu menuai kritik. “Kunjungan Jaksa Agung ke kantor PBNU itu kurang elok. Karena ketemu Bendum PBNU, Mardani H Maming tengah ditunggu kesaksiannya di PN Banjarmasin terkait kasus korupsi IUP Tanah Bumbu saat Mardani H Maming jadi bupati. Kalau tahu Maming ada di sana, seharusnya tak jadi ke PBNU,” ujar Boyamin Saiman, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

MAKI berharap pihak Kejaksaan serius menggarap kasus suap di Tanah Bumbu ini. Boyamin meminta Kejagung untuk memanggil paksa Mardani dalam sidang jika masih mangkir dalam panggilan di sidang awal pekan depan. “Kalau Senin tetap mangkir, maka Kejagung segera bikin surat perintah membawa secara paksa,” ujar Boyamin.

Kasus suap di Kabupaten Tanah Bumbu itu kini menjadi sorotan. Pasalnya Mardani tak kunjung memenuhi panggilan untuk datang ke Pengadilan Tipikor di Banjarmasin. Dia kembali mangkir dalam sidang lanjutan kasus korupsi suap izin tambang yang digelar di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Senin (14/4/2022). Mangkirnya Mardani ini membuat marah Ketua Majelis Hakim Yusriansyah. Kabar mangkirnya Mardani, yang juga Ketua Umum BPP HIPMI ini disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dengan demikian, Mardani H Maming sudah tiga kali mangkir dalam persidangan dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu, H Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.

Majelis Hakim pun mendesak agar Mardani H Maming dapat dipanggil paksa dalam sidang lanjutan. Bahkan jika kembali mangkir dengan alasan sakit, hakim meminta dokter yang memeriksa dapat turut dipanggil dan didatangkan dalam sidang. “Kalau tidak datang karena sakit (lagi) dokternya saja dipanggil,” ujar Majelis Hakim.

Dalam perkara ini, terdakwa Mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu, H Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo didakwa menerima suap sebesar Rp27 miliar rupiah yang disamarkan dalam bentuk hutang dari Mantan Dirut PT PCN, Alm Henry Soetio.

Ia dihadapkan dengan sejumlah dakwaan alternatif, di antaranya Pasal 12 huruf a, jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dipanggilnya Mardani H Maming sebagai saksi lantaran yang bersangkutan menandatangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.

* * * * *

Soal mangkirnya Mardani H Maming di persidangan, Dosen Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra menyatakan bekas Bupati Tanah Bumbu itu jelas menabrak hukum. Mardani dapat diberikan sanksi pidana karena melanggar pasal 224 KUHP karena tak memenuhi kewajiban sebagai saksi.

Ancaman bagi yang tak mengindahkan pasal 224 adalah hukuman kurungan badan maksimal sembilan bulan penjara. “Mardani Maming bisa dikenakan pasal itu. Tinggal hakim yang menetapkannya,” ujar Azmi Syahputra.

Melalui kuasa hukumnya, Irfan Idham, pihak Mardani H Maming membantah pemberitaan yang mengaitkannya dengan perkara rasuah itu. Meskipun saat peristiwa suap terjadi Maming adalah Bupati Tanah Bumbu yang merupakan atasan langsung dari Kepala Dinas ESDM, Irfan membantah keterlibatan Maming.

“Kasus yang sedang berjalan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin sama sekali tidak ada kaitannya dengan Bapak Mardani Haji Maming karena pertanggungjawabannya adalah murni pertanggungjawaban Bapak Dwijono yang saat ini adalah merupakan terdakwa di Pengadilan Tipikor Banjarmasin,” kata Irfan.

Publik menunggu tahapan kasus suap ini. Mardani H Maming, bekas Bupati Tanah Bumbu itu, saat ini memiliki beberapa posisi strategis. Selain sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) dan Bendahara Umum PBNU, dia juga kini tercatat sebagai Ketua PDI Perjuangan Kalimantan Selatan. Publik menunggu, apakah Mardani akan hadir dalam persidangan kasus suap di PN Banjarmasin, atau kembali berlindung dengan jurus mangkir? [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button