Kader Partai NasDem di DPR Nilai Kasus Dugaan Pemerasaan Firli tak Layak SP3


Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo menilai mantan Ketua KPK Firli Bahuri yang menjadi tersangka dugaan pemeraan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo, tak layak mendapat SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

Rudianto menjelaskan, surat yang dilayangkan Firli melalui kuasa hukumnya, Ian Iskandar kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto, dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi III DPR, sebaiknya tak perlu digubris.

“Tidak perlu menggubris surat permohonan yang dilayangkan Firli Bahuri melalui kuasa hukumnya terkait permintaan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Firli Bahuri,” ujar Rudianto di Jakarta, Sabtu (30/11/2024).

Alasan Firli tidak layak mendapat SP3, karena alat bukti penyidikan kasus dan penetapan tersangkanya sudah memiliki dasar hukum yang kuat.

Berdasarkan keterangan Polda Metro Jaya, tim penyidik kasus dugaan korupsi yang menyeret Firli Bahuri, menemukan lebih dari empat alat bukti. Selain itu, tim penyidik Polda Metro Jaya telah memeriksa sedikitnya 123 saksi dan 11 ahli.

“Kasus tersangka FB ini tidak layak di-SP3. Justru, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu mengingatkan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Karyoto untuk secara serius dan sesegera mungkin menuntaskan kasus FB dan merampungkan berkas perkaranya kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan. Sehingga, Kejaksaan bisa menyusun surat dakwaan dan kemudian melimpahkan seluruh berkas perkaranya dan tersangka FB ke pengadilan untuk disidangkan,” terang Rudianto.

Mengingatkan saja, kasus hukum yang menetapkan Firli sebagai tersangka ini, sudah nyaris berumur setahun. Tepatnya pada 23 November 2023, Firli ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan gratifikasi dan pemerasaan SYL yang kebetulan satu partai dengan Rudianto.

Anehnya, meski menyandang status tersangka, Firli tidak ditahan, namun hanya dilakukan cegah dan tangkal (cekal) ke luar negeri. Dan, dua kali berkas perkara Firli dikembalikan jaksa penuntut umum (JPU) dengan alasan belum lengkap.

Hingga kini, polisi masih terus melengkapi berkas perkara tersebut (P-19), agar bisa menjadi P-21 atau diterima JPU.

Dalam perkara ini, Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.