News

Kalau Masyarakat Kritik Harus Disertai Solusi, Lalu Tugas Pemerintah Apa?

kalau-masyarakat-kritik-harus-disertai-solusi,-lalu-tugas-pemerintah-apa?

Rabu, 07 Des 2022 – 20:50 WIB

Img 7093 - inilah.com

Aksi unjuk rasa menolak rencana pengesahan RKUHP di DPR, Jakarta, Senin (5/12/2022). (Foto: Antara)

Penjelasan soal kritik, terkait pasal 218 dan 240 KUHP dipandang masih membingungkan. Masyarakat boleh kritik asal menyertai saran sebagai solusi dari permasalahan yang dikritisi.

Pegiat HAM Asfinawati menegaskan penjelasan terkait kritik harus konstruktif. Ia menilai RKUHP yang telah disahkan oleh DPR masih memuat banyak pasal-pasal multitafsir yang membingungkan.

“Kalau kita berdebat soal konstruktif, biasanya mereka (pemerintah) bilang harus ada sarannya, solusi dong. Kok kita (masyarakat) kritik disuruh kasih saran? Bukannya ada mereka yang dengan segenap kementerian dan lembaga yang bikin riset, kenapa masyarakat diharuskan untuk memberikan saran,” cetusnya di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2022).

Ia pun turut menyoroti soal pasal 218 dan 240 KUHP perihal kritik terhadap Presiden dan lembaga negara, yang dimasukkan dalam delik aduan. Pasalnya, dengan aturan yang membolehkan aduan dilayangkan secara tertulis rentan disalahgunakan untuk mengkriminalisasi pihak yang berseberangan dengan pemerintah.

“Kalau kita lihat, pasal yang paling baru, mengatakan mereka (pemerintah) bisa melakukannya dengan tertulis saja. Jadi dia tidak harus datang, jadi kan dia mudah sekali dia bikin secara tertulis laporan,” tegasnya.

Dia mengatakan, pengesahan RKUHP akan membungkam masyarakat untuk menyampaikan aspirasi. Menurutnya pemerintahan saat ini sudah mirip seperti gaya orde baru.

“Ini sebetulnya kembali ke masa orde baru bukan tanpa maksud. Undang-undang yang dibuat setelah reformasi adalah UU 9 tahun 98 tentang keterbukaan kemerdekaan menyampaikan pendapat karena zaman orde baru melarang,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui pasal 218 KUHP berbunyi:

(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Kemudian, isi pasal 240 ialah:

(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
(4) Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button