Kalau PDIP tak Masuk Pemerintahan Prabowo, Tetap akan Ada Kompromi Kepentingan Kekuasaan


Pengamat Politik Universitas Paramadina sekaligus Direktur Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam menilai dengan menyatunya Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus saat ini, maka tinggal menunggu sikap PDI Perjuangan. Ia menyebut sejauh ini PDIP masih beristikharah.

“Ibaratnya kalau semua sudah masuk di pesawat mau tinggal landas, semua masuk pesawat, partai-partai sudah ada di situ, pemerintahan Prabowo-Gibran sudah siap tinggal landas, tinggal nunggu PDIP. PDIP akan masuk enggak,” tutur Umam dalam seminar nasional bertajuk ‘Evaluasi Satu Dekade Pemerintahan Jokowi’ di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2024).

“Ingat ini politik, kalaupun PDIP tidak masuk ke dalam pesawat, tetap tidak menutup kemungkinan PDIP akan tetap menitipkan bagasi-bagasinya. Apa itu? Negosiasi, kompromi kepentingan kekuasaan,” sambungnya.

Menurut Umam, bentuknya pun dapat beragam, bukan sekadar persoalan jabatan menteri, duta besar, namun juga perlindungan politik, perlindungan hukum, serta kepentingan strategis lainnya.

“Artinya apa? Ketika kemudian karakter majoritarian presidentialism itu menguat sedemikian rupa, jangan sampai kemudian muncul kekuatan yang justru akan mengarah pada karakter yang mengarah pada totalitarian,” tetangnya.

Kalau totalitarian, lanjut Umam, maka good governance tidak akan tercipta, karena tidak ada transparansi, tidak ada akuntabilitas, dan pengawasan yang memadai.

Di sisi lain, Umam menilai memang tidak mudah menjadi oposisi di Indonesia, karena partai tersebut bisa saja diambil alih. Ia mencontohkan bagaimana Partai Berkarya diambil alih bukan untuk dimanfaatkan, melainkan untuk dihilangkan.

“Dan (menjadi oposisi) tidak mudah secara risiko politik dan tidak mudah juga, karena masyarakat kita tidak memberikan ruang dan insentif yang memadai bagi kekuatan oposisi. Maka wajar kalau partai-partai kelas menengah itu tidak siap dan tidak kuat berpuasa dari kekuasaan,” ungkap dia.

Dalam kondisi seperti itu, tambah Umum, bagaimana kemudian menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, dan akuntabel. “Apakah masih memungkinkan? Per hari ini yang terjadi adalah menguatnya majoritarian presidentialism,” tegasnya.